Berdasarkan data Global Youth Survey tahun 2011, jumlah perokok elektrik atau lebih dikenal dengan vape di Indonesia mencapai 0,3%.Diperkirakan di tahun 2018, jumlah perokok elektrik mengalami peningkatan yang cukup pesat dikarenakan banyaknya penjual vape di Indonesia.
Vape pada saat ini tengah menjadi trend. Mulai dari remaja hingga wanita cenderung menghisap rokok elektrik ini. Rasanya yang beraneka ragam membuat mereka ketagihan untuk menghisap vape.
Namun siapa sangka, rokok elektrik yang awalnya diplot untuk menggantikan rokok biasa rupanya mampu menjadi salah satu penyebab penyakit kanker paru,iritasi, peradangan hingga jantung.
Dijelaskan oleh Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dr.Agus dalam jumpa pers yang dilakukan PDPI dan Rumah Sakit Persahabatan pada Rabu (30/5) terkait dengan peringatan hari tanpa tembakau sedunia yang akan jatuh pada esok hari di RS Persahabatan,Jatinegara,bahan yang terdapat pada catridge rokok elektrik mengandung karsinogen seperti propylene glycol,gliserol formaldehid, nikotin,perasa,aroma,glycerol dan propylene glycol lah yang menjadi penyebabnya.
Mengingat rokok elektrik sama bahayanya dengan rokok biasa PDPI bekerjasama dengan RS.Persahabatan seperti yang dijelaskan dr.Agus terus menyerukan kepada seluruh komponen masyarakat agar menaruh perhatian dengan rokok ini. Caranya dengan melakukan seminar,pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan tentang bantuan berhenti merokok serta promosi-promosi berhenti merokok seperti medical chek up dan sebagainya.
Dr.Agus berharap dengan adanya kampanye ini,diharapkan mampu menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk berhenti merokok elektrik.
Terkait dengan pernyataan beberapa pihak yang mengatakan bahwa rokok elektrik mampu membantu seseorang untuk berhenti rokok biasa, dr Agus membantahnya. Sebab sudah ada kesimpulan yang dikeluarkan WHO pada tahun 2014,tidak ada cukup bukti yang menyatakan rokok elektrik dapat membuat seseorang bisa berhenti merokok. (Hs.Foto:Hs)