Fortifikasi Pangan Untuk Memenuhi Kebutuhan Gizi

Jakarta,Gpriority-Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) sangat mempengaruhi sekali masa depan Indonesia.

Pemerintah pun menyadarinya, untuk itulah fortifikasi pangan untuk memenuhi kebutuhan zat gizi mikro masyarakat menjadi solusinya. Fortifikasi pangan seperti yang dijelaskan Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro dalam pidato kunci pada Workshop Nasional Fortifikasi Pangan dengan tema “Fortifikasi Pangan: Intervensi Cost Effective dalam Mengoptimalkan Penurunan Stunting”, Selasa (19/2), di Hotel Ayana Midplaza Jakarta, terbukti menjadi cost-effective dengan Return of Investment (RoI) yang menjanjikan dan biaya relatif lebih rendah. “ Dengan mendukung fortifikasi pangan, kita dapat menurunkan prevalensi stunting dan masalah gizi lainnya sekaligus meningkatkan kualitas SDM Indonesia,” ujar Bambang.

Berdasarkan Global Nutrition Report 2018, Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami beban gizi ganda. Meskipun telah terjadi penurunan prevalensi stunting dari 37,2 persen di 2013 menjadi 30,8 persen di 2018, tetapi angka tersebut tergolong cukup tinggi. Demikian juga masalah kekurangan gizi mikro seperti anemia pada ibu hamil yang mencapai 48,9 persen juga dalam kategori tinggi. Kekurangan gizi mikro seperti gangguan akibat kekurangan zat besi, iodium, asam folat, zinc, dan vitamin A memiliki keunikan karena tidak bermanifestasi dalam kondisi fisik seperti kurus atau pendek, tetapi menimbulkan kelaparan tersembunyi atau disebut sebagai fenomena hidden hunger.

Hidden hunger yang terjadi terutama pada ibu hamil dan anak balita dapat mempengaruhi pertumbuhan janin, perkembangan kognitif pada anak, dan daya tahan terhadap infeksi, yang akan mengancam kualitas SDM Indonesia ke depan. Sebagai contoh, anemia pada ibu hamil memiliki hubungan yang erat dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dan juga stunting pada anak balita. Kekurangan iodium pada anak usia 6-12 tahun dan ibu hamil dapat menurunkan nilai Intelligent Quotient (IQ) sebesar 10-15 poin. Untuk itu, upaya untuk memenuhi kebutuhan zat gizi mikro masyarakat mutlak dilakukanmelalui: (a) suplementasi, pemberian tablet tambah darah, tablet vitamin A, dan suplemen zat gizi mikro lainnya, (b) upaya perubahan perilaku masyarakat agar mengkonsumsi sumber makanan yang beragam dan kaya kandungan gizi termasuk zat gizi mikro serta serta sehat dan aman, serta (c) fortifikasi pangan.

“Fortifikasi atau pengayaan zat gizi mikro terhadap produk pangan di Indonesia selama ini telah dilaksanakan produsen baik secara wajib maupun sukarela. Misalnya dengan menambahkan zat besi pada tepung terigu, iodium pada garam, ataupun vitamin A pada minyak goreng sawit,” jelas Menteri Bambang. Untuk meningkatkan efektivitas fortifikasi pangan di Indonesia, beberapa langkah konkret perlu diambil: (a) pengembangan regulasi, yaitu pemerintah perlu segera menyusun regulasi untuk mendukung kebijakan dan pelaksanaan fortifikasi; (b) pengawasan, yaitu perlu dirancang mekanisme pengawasan implementasi Standar Nasional Indonesia (SNI) fortifikasi yang jelas yang ditujukan tidak hanya untuk meningkatkan kepatuhan pelaku industri terhadap standar produksi pangan fortifikasi, tetapi juga diikuti dengan dukungan pembinaan agar pelaku industri mau dan mampu memenuhi ketentuan yang  berlaku; (c) riset dan standardisasi, sangat diperlukan dari kalangan akademisi, peneliti, dan perguruan tinggi antara lain untuk pengembangan bahan fortifikan untuk mengurangi ketergantungan impor dan inovasi teknologi yang dapat diadaptasi oleh pelaku industri, serta riset untuk membuktikan efektivitas program fortifikasi yang berjalan saat ini.

“Perlu upaya untuk meningkatkan penyediaan sumber pangan dalam negeri termasuk eksplorasi sumber pangan lain yang beragam dan bergizi tinggi, pengembangan Multi Micro Nutrient (MMN), serta biofortifikasi untuk memperkaya kandungan gizi pada tanaman pangan, serta intervensi-intervensi lain,” pungkas Menteri Bambang.Turut hadir menyampaikan pidato kunci Menteri Kesehatandan beberapa Pejabat Eselon I Kementerian Perindustrian, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Badan Standardisasi Nasional, dan Badan Pengawas Obat dan Makanan, serta pakar fortifikasi global Karen Codling yang menyampaikan revieu pelaksanaan fortifikasi di Indonesia dan internasional serta alternatif terbaru memenuhi zat gizi mikro. Workshop ini diikuti 150 orang peserta dari berbagai K/L, pakar pangan dan gizi dari berbagai perguruan tinggi, mitra pembangunan internasional, dunia usaha, OMS, dan juga media.(Hs)