Solidaritas Sosial Gerakan Seni Tradisional

Kebudayaan dapat menjadi perekat atau kohesi sosial. Ini terlihat pada acara Program Gerakan Seni Tradisional (GESIT) Edisi ke-6 yang diselenggarakan di Cibuah, Warung Gunung, Lebak pada 13 Januari 2017 dan ke-7 di Ciwasiat, Pandeglang pada 14 Januari 2017. Masyarakat sekitar lokasi penyelenggaraan tampak begitu antusias dan memadati acara Program GESIT di dua tempat tersebut.

Dalam sambutannya di acara GESIT di Cibuah, Lebak, ketua Dewan Kesenian Banten Chavchay Syaifullah menyatakan bahwa Kesenian Tradisional dapat menjadi cultural medicine atas pengaruh tidak sehat sejumlah kebudayaan pop yang melanda masyarakat terutama generasi muda di masyarakat kita. “Salah-satunya adalah silat Banten, yang malam ini kita pentaskan,” ucapnya di atas panggung pementasan.

Hal senada juga disampaikan Ajat Sudrajat yang mewakili Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI). “Kita tidak boleh minder saat kita menjaga warisan budaya leluhur kita. Perlu diketahui, Pencak Silat Indonesia telah ada di 40 negara,” ungkapnya saat memberikan sambutan di acara yang tetap hidmat meski diguyur hujan.

Tak kalah meriahnya dengan di Cibuah, acara Program GESIT ke-7 juga dipadati para pengunjung undangan dan masyarakat sekitar acara. Dalam sambutannya di Cibuah, Pandeglang, Chavchay Syaifullah menegaskan bahwa Program GESIT di Ciwasiat yang mengambil bentuk Festival Pemukiman menjadi bukti bahwa kerja kesenian dan aktivitas kebudayaan sudah selayaknya menyatu dan merangkul masyarakat sekitar, sehingga kebudayaan dapat menjadi bagian masyarakat itu sendiri.

“Program Gerakan Seni Tradisional di Ciwasiat yang mengambil tema dan bentuk Festival Pemukinan ini membuktikan bahwa kebudayaan adalah bagian dari masyarakat itu sendiri,” ungkap ketua Dewan Kesenian Banten yang berambut gondrong tersebut.

Program Gerakan Seni Tradisional (GESIT) sendiri adalah program kerja Dewan Kesenian Banten (DKB) bekerjasama dengan Bank Indonesia (BI) yang dirancang dalam bentuk 50 pentas sebagai wujud advokasi kepada para seniman tradisi dan kesenian tradisional di Banten.

Ada satu visi yang ingin dicapai oleh Dewan Kesenian Banten (DKB) dan Bank Indonesia (BI) dengan Program Gerakan Seni Tradisional (GESIT), yaitu mencipta kota budaya sekaligus mengembangkan wisata budaya yang berbasis pada kreativitas masyarakat. Salah-satu potensi wisata budaya tersebut di Banten adalah seni tradisional, yang tanpa harus menghilangkan esensi dan substansi warisan leluhur, ‘diinovasikan’ ke tampilan dan bentuk yang selaras dengan kondisi dan kebutuhan jaman saat ini.

Demi penciptaan kota budaya dan memajukan wisata budaya itulah Dewan Kesenian Banten yang bekerjasama dengan Bank Indonesia mendukung komunitas-komunitas budaya yang mewadahi dan memfasilitasi pekerja-pekerja kreatif. Sebab, jika sebuah kota ingin hidup maju dan selaras secara budaya dan ekonomi, maka sebuah kota mestinya mampu menciptakan iklim orang-orang untuk hidup, betah, dan bahagia di dalamnya dengan kerja dan kreativitas para penghuninya.

Kota yang baik adalah kota yang mampu membuat warganya hidup tanpa kekhawatiran dan bebas mengekspresikan sikap dan gagasan-gagasan warganya, bukan kota yang membuat warganya bungkam dan tidak kreatif. Kota budaya tumbuh dan maju dari gagasan-gagasan kreatif yang berbuah karya yang dapat menjadi aset dan nilai wisata budaya, yang salah-satunya adalah kesenian tradisional yang terus dijaga sembari dikembangkan dengan tampilan dan bentuk yang selaras dengan kondisi dan kebutuhan jaman sekarang.

Kenapa Program Gerakan Seni Tradisional (GESIT) Dewan Kesenian Banten dan Bank Indonesia mendukung sanggar-sanggar dan atau komunitas-komunitas seni dan kebudayaan? Tak lain karena bagi kami institusi kebudayaan menjadi sangat penting karena selain dapat menjadi tempat interaksi dan kerja kreatif, juga dapat ikut menyumbangkan kemajuan pemahaman dan daya-cipta masyarakat, termasuk sebagai penjaga Seni Tradisional yang merupakan aset Wisata Budaya Banten.# ( Teks: Sulaiman Djaya.Foto: Indra Kesuma  Kontributor Wilayah Banten)