Jakarta,gpriority- Kemendikbud dalam siaran persnya pada Senin malam (8/6/2020) mengumumkan bahwa tahun ajaran baru akan dimulai pada pertengahan Juli nanti.
Hal ini tentu saja membuat sebagian orang tua khawatir tentang nasib anak-anaknya saat sekolah kembali dibuka.
Menanggapi kekhawatiran ini, Head Of Education Save The Children Indonesia Imelda Usnadibrata yang dihubungi via telepon pada Selasa (9/6/2020) mengatakan, bahwa ada kesalahpahaman antara penjelasan yang dimaksud oleh Kemendikbud dengan pemahaman orang tua murid.
” Yang dimaksud Kemendikbud tahun ajaran baru tetap sesuai dengan jadwal yakni biasanya Minggu ke-3 di bulan Juli,” ujar Imelda.
Namun dimulainya ajaran baru ini dengan moda pembelajarannya yang berbeda-beda.” Mungkin ada pembelajaran jarak jauh , bisa juga dengan daring dan luring. Ini semua menunggu Kemendikbud untuk menjelaskan dan mengkoordinasikannya,” ucap Imelda.
Terkait dengan metode pembelajaran jarak jauh yang jauh dari kata ideal menurut beberapa orang tua murid, Imelda mengatakan ini merupakan kondisi darurat yang tidak diharapkan. Dikarenakan ada yang bisa mengaksesnya dan ada juga yang tidak bisa mengaksesnya.
Untuk itulah Pemerintah tidak tinggal diam dengan memberikan opsi lainnya seperti tayangan TV, radio dan modul pembelajaran mandiri.Yang dicetak dan didistribusikan oleh Save The Children kepada sekolah.
Save the children juga mengadakan advokasi kepada pemerintah dan mengadakan program guru kunjung seperti di Donggala dan Sulawesi.
“Banyak caranya dan bisa diatasi secara bersama-sama dengan menerapkan solusi,” ujar Imelda.
Terkait dengan adanya sekolah yang melarang siswanya mengikuti Penilaian Akhir Tahub (PAT) karena belum melunasi SPP, Imelda mengatakan kondisi ini terjadi karena banyaknya sekolah swasta yang mengandalkan seratus persen pembayaran dari siswa untuk biaya operasional termasuk pembayaran gaji guru dan lain-lain.
” Ini harus disikapi secara bijaksana karena anak Indonesia memiliki hak untuk mengakses pendidikan.Jadi kalau ada ancaman tidak bisa mengikuti PAT karena tidak bayar SPP akibat kondisi perekonomian harus dilakukan jalan tengah,” ucap Imelda.
Untuk itulah dirinya menyarankan agar yayasan memiliki strategi khusus guna mencari solusi secara bersama-sama jangan sampai ini menghambat hak anak tetap untuk menyelesaikan sekolah san melanjutkan ke tingkat selanjutnya.
Karena hak ini dilindungi oleh UU Sisdiknas dan perlindungan anak.
“Pemerintah juga sudah sangat bijaksana memberikan keleluasaan dana bos.jadi dana bos ini bisa menjadi salah satu alternatif membantu kesulitan keuangan orang tua yang menunggak dana SPP,” tutup Imelda.(Hs.Foto.Jiro Oshe (Save the Children)