Jakarta,gpriority- Salah satu tradisi menjelang bulan Ramadhan (akhir Sya’ban) adalah ziarah kubur atau daerah lainnya ada yang menyebut arwahan, nyekar ( Jawa Tengah), kosar ( JawaTimur), munggahan ( tatar Sunda) dan lain sebagainya.
Untuk sebagian orang, ziarah menjadi semacam kewajiban yang bila ditinggalkan serasa ada yang kurang dalam melangkahkan kaki menyongsong puasa Ramadhan.
Memang, pada masa awal-awal Islam, Rasulullah saw pernah melarang umat Islam berziarah ke kuburan, mengingat kondisi keimanan mereka pada saat itu yang masih lemah. Serta kondisi sosiologis masyarakat arab masa itu yang pola pikirnya masih didominasi dengan kemusyrikan dan kepercayaan kepada para dewa dan sesembahan.
Rasulullah saw mengkhawatirkan terjadinya kesalah pahaman ketika mereka mengunjungi kubur baik dalam berperilaku maupun dalam berdo’a. Akan tetapi bersama berjalannya waktu, alasan ini semakin tidak kontekstual dan Rasulullahpun memperbolehkan berziarah kubur.
Dalam Hadits dari Buraidah ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda “Saya pernah melarang berziarah kubur. Tapi sekarang telah diberi izin untuk berziarah Maka sekarang berziarahlah, karena hal itu dapat mengingatkan kamu kepada akhirat. Demikianlah sebenarnya hukum dasar dibolehkannya ziarah kubur dengan illat (alasan) ‘tazdkiratul akhirah’ yaitu mengingatkan kita kepada akhirat.
Oleh karena itu dibenarkan berziarah ke makam orang tua dan juga ke makam orang shalih dan para wali. Selama ziarah itu dapat mengingatkan kita kepada akhirat.(Hs)