
Yogyakarta,gpriority.co.id-Sebagai wilayah keraton, Daerah Istimewa Yogyakarya memiliki tradisi-tradisi yang terus melekat hingga saat ini.
Namun dikarenakan pandemi Covid-19, tradisi tersebut perlahan-lahan mulai menghilang, dan hanya bertahan 4 hingga saat ini. Berikut 4 tradisi yang masih bertahan hingga saat ini
1.Sekaten
Upacara tradisional Sekaten ini diselenggarakan untuk memeringati Nabi Muhammad S.A.W yang diadakan setiap tanggal 5-11 Raibul Awal.Adapun beberapa acara penting pada perayaan Sekaten di Yogyakarta yang memiliki banyak hidden gem ini antara lain:
– Gamelan yang dimainkan di halaman Masjid Agung Keraton .
– Pembacaan riwayat hidup Nabi Muhammad.
– Rangkaian pengajian di serambi Masjid Agung.
Selain itu ada pula puncak acara yakni Grebeg Maulud sebagai bentuk syukur pihak istana dengan keluarnya sejumlah gunungan untuk diperebutkan oleh masyarakat.
2.Labuhan
Labuhan adalah salah satu upacara adat yang dilakukan oleh Raja-raja di Keraton Yogyakarta. Upacara adat ini bertujuan untuk memohonkan keselamatan Kanjeng Sri Sultan, Kraton Yogyakarta dan rakyat Yogyakarta. Upacara tersebut sarat akan makna magis yang biasanya dihubungkan dengan legenda-legenda tertentu. Sebagai contoh adalah Upacara Labuhan Parangkusumo yang identik dengan legenda Ratu Pantai Selatan dan Panembahan Senopati.
Upacara adat labuhan diadakan dalam empat waktu, yaitu :
a. Satu Hari setelah Jumenengen (penobatan seorang raja).
b. Satu hari setelah Tingalan Jumenengan (peringatan satu tahun penobatan raja) biasanya disebut dengan Labuhan Alit.
c. Dilakukan delapan tahun sekali (Labuhan Ageng).
d. Dilakukan dalam kondisi tertentu (contohnya adalah ketika putra atau putri dari raja akan menikah).
Sedangkan lokasi yang dijadikan tempat untuk diselenggarakannya Upacara Labuhan adalah:
a. Pantai Parangkusumo.
b. Gunung Merapi.
c. Gunung Lawu.
d. Dlepih Kahyangan.
3.Saparan
Upacara bekakak disebut juga Saparan. Disebut saparan sebab pelaksanaan upacara tadi harus jatuh atau berkaitan dengan bulan sapar. Upacara ini diadakan atas perintah P. Mangkubumi. Mengenai kata saparan berasal dari kata sapar dan berakhiran an. Kata sapar identik dengan ucapan Arab Syafar yang berarti bulan Arab yang kedua. Jadi Saparan ialah upacara selamatan yang diadakan disetiap bulan Sapar.
Penyelenggaraan upacara saparan Gamping bertujuan untuk menghormati arwah (roh halus) Kiai dan Nyai Wirosuto sekeluarga.
Kiai Wirosuto adalah abdi dalem penangsong (hamba yang memayungi) Sri Sultan Hamengku Buwana I pembawa payung kebesaran setiap Sri Sultan Hamengku Buwana I berada dan tidak ikut pindah waktu dari keraton (pesanggrahan) Ambarketawang ke keraton yang baru. Bersama keluarganya ia tetap bertempat tinggal di Gamping. Dan dianggap sebagai cikal bakal penduduk Gamping.
Waktu penyelenggaraan upacara Saparan Gamping telah ditetapkan, ialah setiap hari Jumat dalam bulan sapar antara tanggal 10pada pukul 14.00 (kirab temanten bekakak). Penyembelihan bekakak dilakukan pada pukul 16.00.
4.Siraman Pusaka
Siraman Pusaka adalah tradisi memandikan pusaka milik Ngarsa Dalem atau Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat.Upacara ini bertujuan untuk menghormati dan merawat pusaka-pusaka yang ada dengan dibersihkan secara teratur tiap tahun. Sehingga segala tanda kerusakan dapat ditangani segera.(Hs.Foto.do.DI Yogyakarta)