Jakarta,Gpriority-Problem yang dihadapi sejumlah daerah wilayah kaya hutan adalah kemakmuran. Hal inilah yang disikapi Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) dan Akademi Ilmuwan Muda Indonesia (ALMI) dengan menyelenggarakan konferensi bertema ‘transfer fiskal untuk kabupaten kaya hutan’ di Hotel Double Tree, Cikini,Jakarta Pusat (18/9).
Menurut Ketua AIPI Prof. Satryo Soemantri Brodjonegoro, konferensi ini sejalan dengan misi AIPI dalam mendorong pemanfaatan ilmu pengetahuan di berbagai bidang, termasuk dalam pembuatan kebijakan.
“Hadirnya lebih dari 30 bupati atau yang mewakili wilayah kaya hutan diharapkan dapat memberikan dorongan bagi terbentuknya kebijakan yang berpihak pada kebutuhan masyarakat berdasarkan data yang akurat, ” ujar Soemantri.
Dirjen Bina Keuangan Daerah Drs. Syarifudin MM mengatakan otonomi daerah dilaksanakan berdasarkan prinsip negara kesatuan.
Pendanaan pada suatu bidang pemerintahan diatur dalam suatu pemerintahan daerah dibiayai oleh APBD. Sumber pelaksanaan daerah terdiri atas dana daerah,perimbangan, pajak dan lain-lain.
Dana alokasi khusus dimaksudkan untuk mengurangi kesenjangan pemerintahan antar daerah. Jumlah APBD mencapai 1150 tryliun. Dana itu 700 tryliunnya berasal dari pemerintah pusat. Sedangkan sisanya berasal dari Dana Alokasi Umum (DAU).
Kabupaten kaya hutan menanggung biaya ekosistem hutan. Untuk itulah dalam DAU mempertimbangkan indikator hutan untuk menjaga ekosistem hutan.
Dengan bergesernya kewenangan pengelolaan hutan dari daerah ke provinsi, alokasi bisa digunakan untuk digunakan kepada yang lain.
Tantangan terberat pemerintah daerah adalah pengelolaan. Semakin banyak alokasi dana semakin berat pengelolaannya.
Dr. Syaiful Ramadhan, staf ahli Kabiro Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengatakan dengan adanya tambahan dana tentu saja disambut sangat gembira oleh KLHK, namun beliau mewanti wanti agar dana ini digunakan sesuai dengan kegiatan.
Astera Primanto Bhakti, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Daerah, Kementerian Keuangan mengatakan bahwa acara ini ditangkapnya sebagai acara untuk menaikkan DAU daerah yang kaya hutan. Hal ini bisa dilihat ketika Dr.Sonny Mumbunan selaku peneliti dari ILMI menaruh luas wilayah variabel hutan dalam variabel DAU.
“Kalau kita memasukkan hutan yang sudah terecovery lagi menjadi luas wilayah. Dalam suatu formula dalam satu wilayah ini tidak boleh karena hutan yang sudah terecovery termasuk dalam luas daratan,” ujar Astera.
Pendapat ini langsung mendapat sanggahan dari Bupati Berau Muharram, menurutnya DAU ini sangat penting untuk diberikan kepada masyarakat yang berada di sekitar hutan, sehingga mereka tidak merusak hutan.
Lebih lanjut dikatakan olehnya bahwa bukan masyarakat yang merusak hutan namun Pusat dan Provinsi setelah uu no 23 tahun 2014 mengenai perubahan kewenangan pengelolaan hutan terlaksana. Karena seenaknya sendiri untuk mengijinkan pengusaha untuk menebang hutan. “Jadi saya sangat setuju dengan adanya acara ini,”
Beliau juga mengatakan, “Dengan adanya hutan yang terecovery ini saya sangat setuju untuk dihitung karena melakukan reboisasi ini membutuhkan dana yang banyak”.
Syaiful Ramadhan pun langsung membantah pernyataan dari Muharram mengenai Pusat dan Provinsi yang merusak hutan.Menurutnya Pusat dan Provinsi tidak melakukan kerusakan. Karena ketika perusahaan melakukan penebangan sudah melakukan diskusi terlebih dahulu terhadap Pusat, Provinsi dan daerah terkait.
Syaiful juga berharap acara ini bisa menjadi masukan bagi pemerintah agar lebih baik dalam mengelola hutan.(Hs.Foto:Hs)