Uji Materi Otsus Jilid 2 di MK

Pada Jum’at (16/7/2021) DPR RI dalam Rapat Paripurna DPR ke-23 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2020-2021 mensahkan Rancangan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus Papua menjadi UU.

Usai disahkan DPR RI, Presiden Joko Widodo pada Senin (19/7/2021) langsung mengumumkan bahwa UU Nomor 2 tahun 2021
tentang Otonomi Khusus Papua telah berlaku mulai 20 Juni 2021.

Namun usai pengumuman banyak masyarakat Papua termasuk Majelis Rakyat Papua (MRP) yang tidak menyetujuinya. Untuk itulah bertepatan dengan Hari Anti Penghilangan Paksa Internasional yang berlangsung pada Senin (30/8/2021). MRP melalui kuasa hukumnya Saor Siagian, S.H., M.H.,Imam Hidayat, S.H., M.H., Ir. Esterina D. Ruru, Dr. S. Roy Rening, S.H., M.H., Rita Serena Kolibonso, S.H.,LL.M, Lamria Siagian, S.H., M.H., Ecoline Situmorang, S.H., M.H., Alvon Kurnia Palma, S.H., M.H., Haris Azhar, S.H., M.A. dan Muniar Sitanggang mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi.

“Pendaftaran permohonan pengujian ini kami lakukan karena dalam muatan pasal UU tersebut terdapat pasal-pasal yang merugikan hak-hak konstitusional Orang Asli Papua (OAP) yang dalam hal ini diwakili oleh Principal (MRP),” jelas Saor Siagian dalam siaran persnya pada Selasa (31/8/2021).

Revisi UU Otsus ini merupakan revisi terbatas sebagimana surat presiden pada tanggal 20 Desember kepada DPR. Hal tersebut diperkuat lagi sebagaimana dalam Naskah Akademik (NA) RUU Otsus 2021. Dalam NA tersebut, ditemukan adanya revisi norma yang terdapat dalam Pasal 1, mengatur tentang ketentuan umum; Pasal 34, mengatur tentang Dana Otsus; dan pasal 76 mengatur
tentang pemekaran daerah/provinsi.

Ironisnya, dalam UU 2/2021 ini ditemukan adanya penghapusan norma dan pembuatan norma baru yang sama sekali tidak memiliki landasan konseptual/ teoritik dalam naskah akademik. Padahal seharusnya tujuan NA dibuat agar peraturan perundang-
undangan sebagai landasan ilmiah bagi penyusunan rancangan peraturan perundang – undangan yang akan memberikan arah dan menetapkan ruang lingkup bagi penyusunan peraturan perundang-undangan.

Adapun sejumlah pasal yang diajukan gugatan dalam permohonan pengujian materiil ini adalah Pasal 6 dan Pasal 6A tentang pengangkatan anggota DPRP dan DPRK; Pasal 28 ayat (1) dan ayat (2) tentang penghapusan partai politik lokal; pasal 38 ayat (2) tentang norma diskriminasi yang memberikan perlindungan kepastian hukum hanya kepada pengusaha di Papua; Pasal 59 ayat (3)
tentang pelayanan kesehatan dengan frasa “beban masyarakat serendah-rendahnya”; Pasal 68A berkenaan dengan Pembentukan Badan Khusus yang dipimpin oleh Wapres dan berkedudukan di Papua; Pasal 76 tentang pemekaran daerah tanpa melibatkan MRP, DPRP dan Gubernur; dan Pasal 77 UU 21/2001 tentang Perubahan usulan perubahan UU Otsus melalui MRP dan DPR.

“Kami berpandangan, bahwa pasal-pasal tersebut telah nyata-nyata bertentangan dengan Pancasila dan UUD NRI 1945 dan oleh karena itu, kami memohon kepada Mahkamah agar pasal-pasal tersebut dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum yang
mengikat,” jelas Saor.

Pengujian permohonan ini diajukan oleh MRP sebagai pengingat bagi bangsa ini atas kekhususan Papua sebagaimana Tap MPR
No. 1V/MPR/1999 GBHN 1999-2004, TAP MPR No. IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah; Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor V/MPR/2000 tentang Pemantapan Persatuan dan Kesatuan Nasional dan UU No. 21/2001 tentang Otsus Papua. UU Otsus Papua merupakan bagian dari komitmen kebangsaan
pasca reformasi sebagai upaya bangsa Indonesia menyelesaikan konflik yang telah merugikan Orang Asli Papua (OAP) selama puluhan tahun lamanya yang tidak dapat dikonversikan dalam bentuk apa pun.

“Oleh karena itu, kami berharap MK sebagai penjaga konstitusi the guardian of constitution dapat mengadili perkara ini secara objektif sebagaimana UU MK yang berwenang menguji UU terhadap UUD Tahun 1945,” jelas Saor.

MK sendiri dalam siaran persnya pada Kamis (2/9/2021) telah menerima berkas gugatan yang diajukan. Namun untuk sidangnya masih belum bisa diputuskan kapan akan digelar. “Para hakim akan melakukan rapat mengenai kapan sidang UU Otsus
ini bisa digelar. Kami akan memberitahukan secepatnya,” (Hs.)