
Kuliner Indonesia kaya akan jenisnya, tidak akan ada habisnya jika kita membicarakan kuliner Indonesia. Meskipun belimpah ruah, namun pada kenyataannya ada beberapa makanan tradisional yang mulai dilupakan oleh masyarakat lokal.
Seakan tergerus oleh perkembangan zaman dengan banyaknya kreasi makanan yang tercipta, membuat makan-makanan ini kehilangan eksistensinya di dunia perkulineran. Selain itu rempah-rempah yang digunakan pun menjadi langka seiring berlalunya waktu.
Berikut beragam kuliner khas Indonesia yang sulit dijumpai dan nyaris punah.
1. Sayur babanci
Sayur babanci merupakan makanan khas Betawi yang berbahan dasar daging sapi, kelapa muda, sayuran, dan petai. Meskipun dinamakan sebagai sayur, pada kenyataannya tidak ada unsur sayur didalamnya. Maka dari itu sayur ini dinamakan babanci karena tidak ada kejelasan alias “banci”. Masyarakat setempat juga meyakini bahwa nama babanci merupakan singkatan dari “babah” dan “enci” yang dulunya dibuat oleh orang Betawi-Tionghoa
Kini sayur babanci jarang sekali dijumpai, hanya ada segelintir tempat makan atau restoran yang masih menyediakan menu sayur ini. Salah satu alasannya adalah karena rempah-rempah yang dipakai untuk mengolah semakin sulit ditemukan, seperti temu mangga, kedaung, bangle, adas, dan lempuyang. Sayur babanci juga hanya disajikan dihari dan acara besar saja seperti Hari Raya Idul Fitri.
2. Mie lethek
Mie lethek merupakan makanan khas dari Bantul, Yogyakarta. Dalam bahasa jawa “Lethek” artinya kusam, kotor, dan kurang menarik, seperti warna mie lethek yang kusam dan tidak seperti warna mie pada umumnya. Meskipun begitu mie lethek ini memiliki tekstur yang lebih kenyal dan sedikit besar, serta rasanya yang juara.
Bahan baku untuk membuat mi lethek yaitu tepung tapioka yang diolah secara manual, dan tidak menggunakan pewarna kimia serta zat pengawet sehingga aman untuk dikonsumsi. Sekarang, makanan tradisional ini sudah semakin jarang dijumpai di pasar kuliner Bantul dan Yogyakarta.
3. Gula puan
Gula puan merupakan makanan khas dari Palembang, Sumatera Selatan. Sesuai dengan namanya, cemilan ini terbuat dari gula pasir kuning dan susu kerbau murni yang disangrai selama 7-8 jam hingga kering dan berbentuk pasir. Gula yang dijuluki sebagai kejunya Sumatera Selatan ini memiliki cita rasa yang manis semanis permen, dan hanya diproduksi di Sumsel. Pada zaman dahulu, gula puan hanya disajikan sebagai cemilan untuk para bangsawan.
Salah satu yang menjadi alasan gula puan ini hampir punah adalah bahan bakunya yang sulit dijumpai, khususnya susu kerbau murni dengan kandungan gizi yang jauh lebih tinggi dibandingkan susu sapi yang dijual di pasaran. Hanya segelintir pedagang yang menjual gula puan seperti di pelataran Masjid Agung Palembang.
4. Bubur bassang
Bubur bassang merupakan makanan khas Sulawesi Selatan yang terbuat dari jagung pulut (jagung ketan) yang direbus lama dan dicampur gurihnya santan, tepung terigu, air, gula dan garam. Karena terbuat dari jagung yang mengandung karbohidrat dan vitamin, bubur ini juga dapat menjadi sumber energi yang baik dan bisa menjadi pilihan sebagai menu diet.
Bassang umumnya dikonsumsi saat pagi hari sebagai sarapan, namun bubur bassang kini semakin sulit dijumpai. Meskipun begitu tak jarang juga ada pedagang yang menjajakan bubur bassang dengan menciptakan inovasi baru yang lebih modern, seperti menambahkan toping coklat atau milo.
5. Grontol
Grontol merupakan makanan tradisional khas Jawa Tengah. Grontol sama dengan bubur bassang yang berbahan dasar jagung, bedanya makanan ini tidak dibuat menjadi bubur, hanya rebusan jagung manis yang ditaburi parutan kelapa dan gula pasir. Makanan tradisional ini mempunyai nama yang berbeda-beda tergantung daerah di Indonesia, ada yang menyebutnya urap jagung, jagung kelapa, salkomsel, gongsir, bledus, blendung , atau juga kukurau.
Seiring waktu berlalu Grotol mulai dilupakan oleh masyarakat karena kalah saing dengan makanan modern. Olahannya hampir sama dengan grontol, namun diberi toping susu, keju, maupun coklat. Meskipun begitu ada juga ditemukan pedagang yang menjajakan makanan ini dengan berkeliling kampung.
6. Wedang tahu
Wedang tahu merupakan makanan yang berasal dati China, namun pertama kali dikenal di Semarang, Jawa Tengah. Dari namanya saja kita sudah bisa menebak wedang tahu ini terbuat dari sari kedelai yang direbus, dan menghasilkan kembang tahu dengan kuah wedang jahe. Wedang tahu memiliki tektur yang lembut dengan aroma jahe yang menyegarkan, sangay cocok disajikan pada suasa dingin dikala hujan datang.
7. Kidu-kidu
Kidu-kidu merupakan makanan tradisional suku Karo, Sumatera Utara. Kuliner ini terbilang cukuk ektrem karena berbahan dasar ulat pohon enau yang sudah membusuk. Ulat enau berwarna putih, gemuk dan berukuran jempol kaki orang dewasa. Ulat ini biasa dimakan mentah ataupun dimasak dengan bumbu arsik. Sebelum dimasak, ulat dibersihkan lebih dulu. Lalu digoreng agar renyah. Kemudian ulat goreng ini, dimasak dalam kuah arsik dengan resep, kunyit, kemiri, bawang merah, dan rempah lainnya. Dalam sejumlah penelitian, disebutkan bahwa kidu memiliki sumber protein yang tinggi dan berkhasiat meningkatkan vitalitas.
Pada zaman dahulu, kidu-kidu disajikan kepada raja dan tokoh masyarakat ketika ada kegiatan adat. Kini kidu-kidu termasuk makanan yang cukup langka, karena ulat pohon enau yang sulit dicari, selain itu bahan-bahan tambahannya juga sulit ditemukan.
8. Clorot
Kuliner tradisional yang hampir punah selanjutnya adalah clorot, makanan khas Purworejo, Jawa Tengah. Jajanan tradisional ini terbuat dari campuran gula merah dan adonan tepung beras yang dikukus dengan janur (daun kelapa muda) berbentuk kerucut. Membuat clorot ini harus memiliki keterampilan dan teknik yang tinggi. Lilitan janurnya pun harus kencang agar tidak tumpah saat menuangkan adonan clorot. (dwi)