PAREPARE, Gpriority — Akbar (35) seorang pengusaha warung makan bersama istri dan 3 orang anaknya, harus rela menjual Hand Phone miliknya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari hari pasca pelarangan membuka warung ikan bakar yang dikelolanya di jalan Bau Massepe Kelurahan Cappa Galung Kecamatan Bacukiki Barat Kota Parepare awal Januari 2021 lalu Oleh Tim Covid 19 Kota Parepare karena dinilai melanggar protokoler Covid.
Sejak kejadian itu, hingga Jum,at 19 Februari 2021 hari ini, Ia belum membuka Warung Ikan bakar yang dikelolanya, alasanya Ia tidak lagi memiliki modal untuk memulai lagi usahanya, terlebih petunjuk dari Tim Covid belum memberikan ijin pengoperasian kembali usaha yang dikelolanya.
Pelarangan Operasi dari Tim Covid ini, menjadikan usaha warung makan Akbar, mati dan kehilangan pelanggan, masa pelarangan operasi usahanya sudah melebihi dari masa Isolasi seorang pasien Covid yang hanya 14 hari lamanya.
Pada 16 Februari lalu, Ia mencoba membuka dan memulai lagi usahanya, usai Ia mengadukan apa yang dialaminya ke Salah seorang Anggota DPRD Kota Parepare, tapi itu tidak membuahkan hasil yang lebih, Warung makan yang dikelolanya sempat buka satu setengah hari saja, lalu disuruh tutup kembali oleh Satpol PP.
“Saya sudah legah dan sempat berharap banyak usai mendapat respon dari salah seorang Anggota DPRD Parepare, tapi itu tidak berlangsung lama, untuk memulainya saya bahkan rela menjual HP saya, Rp. 3 Juta, untuk membuat wadah pembakaran ikan karna disita pihak Satpol, modal usaha keperluan makan dan belanja susu anak anak” tutur Akbar.
Hingga kini Akbar, masih bingung atas apa yang menimpa usahanya, Ia sadar mungkin dinilai sebagai pelanggar protokoler Covid, tapi Ia tidak menerima bukti tertulis jenis pelanggaran protokoler Covid dari Tim Covid apakah didenda atau ditutup, keluh Akbar.
Dari awal Kejadian Akbar mencatat sudah 1 bulan 17 hari warung makan yang dikelolanya tutup, pelanggannya banyak yang pindah, biaya hidupnya pun dari hasil jual HP, serta pinjaman dari Koperasi, bahkan kontrakan rumahnya Rp.1,5 / bulan belum dibayar jelang 2 bulan terakhir.
Sejak usahanya ditutup, Akbar mengaku kehilangan pendapatan 1 juta /hari, pendapatan senilai itu masih tergolong kotor, Ia masih akan menyisihkan Rp. 50.000 untuk jasa seorang pekerja, Rp.50.000 untuk kontraknya, Rp.500.000 untuk modal harian, beli beras dan ikan, dan keperluan bahan makanan lainnya, selebihnya untuk biaya hidupnya bersama istri dan 3 orang anaknya yang masih kecil kecil.
Kini Akbar, menunggu kebijakan Pemerintah kota untuk memulai usahanya, setidaknya Ia mendapat jaminan kenyamanan dari pihak Pemerintah untuk membuka usahanya lagi.
“Kita hanya ingin aman, dan ada kepastian kenyamanan dari Pemerintah biar pelanggan kami betah makan disini” harap Akbar yang kini menunggu istrinya Hikmawaty pulang dari kampung cari modal usaha. (AE)