
Penulis : Ponco | Editor : Lina F | Foto : Kemenperin
Jakarta, Gpriority.co.id – Dari hasil Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang dirilis oleh S&P Global, tercatat bahwa PMI pada bulan Agustus 2023 berada di level 53,9 atau naik 0,6 poin apabila dibandingkan pada bulan sebelumnya yang berada di posisi 53,3. Bisa dikatakan, bahwa sektor industri manufaktur Indonesia masih terus bertahan ditengah kondisi ekpansif.
“Laju ekspansi PMI Manufaktur ini masih didorong oleh pertumbuhan dari permintaan baru, terutama permintaan luar negeri atau global yang turut memacu percepatan produksi. Hal ini juga berdampak pada penambahan serapan tenaga kerja,” ujar Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, pada (1/9).
PMI Manufaktur Indonesia selama 24 bulan atau sepanjang dua tahun terakhir ini berada di atas 50 poin. Pada bulan kedelapan tahun 2023, PMI Manufaktur Indonesia mampu melampaui Taiwan (44,3), Malaysia (47,8), Thailand (48,9), Filipina (49,7), dan Myanmar (53,0). Selain itu menggungguli PMI Manufaktur Jerman (39,1), Inggris (42,5), Belanda (45,9), Amerika Serikat (47,0), Korea Selatan (48,9), Jepang (49,6), dan China (51,0).
Kembali Agus menjelaskan, dilihat dari data capaian positif Indeks Kepercayaan Industri (IKI) Agustus 2023 yang dirilis oleh Kementerian Perindustrian. Pertumbuhan industri manufaktur Indonesia mencapai level 53,22 atau dalam fase ekspansi. Sedangkan dari hasil Prompt Manufacturing Index (PMI) Bank Indonesia, pada triwulan II-2023 menunjukkan ekspansi sebesar 52,39% dari sebelumnya 50,75%.
Dari hasil data yang dikeluarkan oleh PMI maupun IKI menurut Agus, sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang mencapai 5,17% triwulan II-2023, dimana sektor industri berkontribusi sebesar 16,30 persen terhadap PDB. “Ini menunjukkan bahwa kebijakan pengembangan industri sudah pada jalurnya. Kinerja positif ini menunjukkan optimisme yang tinggi di sektor industri manufaktur Indonesia ke depan,” kata Menperin.
Dengan sektor industri sebagai penopang utama dalam pertumbuhan ekonomi, Pemerintah bertekad dan fokus untuk terus menjalankan industrialisasi melalui kebijakan hilirisasi yang dinilai stategis memberikan peningkatan pada nilai tambah bahan baku dalam negeri, penyerapan tenaga kerja lokal, dan penerimaan devisa seperti pajak.
Sesuai arahan Presiden Joko Widodo, hilirisasi tidak hanya menyasar pada industri skala besar saja, tetapi juga untuk sektor industri kecil dan menengah (IKM). “Jadi, hilirisasi itu bukan urusan nikel atau tembaga, yang dilakukan industri besar-besar, tetapi pelaku IKM pun harus berperan dalam hilirisasi ini seperti pengolahan kopi, kelapa sawit, atau rumput laut,” pungkas Agus.