Polemik Permenhub No.41 Tahun 2020

Sebagai tindak lanjut atas surat edaran Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Nomor 7 tahun 2020 tentang Kriteria dan Persyaratan Perjalanan Orang dalam Masa Adaptasi Kebiasaan Baru Menuju Masyarakat Produktif dan Aman Covid-19, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menerbitkan Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 41 tahun 2020.

Permenhub yang ditetapkan pada tanggal 8 Juni 2020 tersebut merupakan revisi dari Permenhub Nomor 18 tahun 2020 tentang pengendalian transportasi dalam rangka pencegahan penyebaran Covid-19.

Adapun aturan yang berubah bisa dilihat di pasal 11 poin b. Pasal tersebut menjelaskan bahwa kendaraan bermotor umum berupa mobil penumpang dan bus masih tetap dilakukan pembatasan jumlah penumpang dari kapasitas tempat duduk serta penerapan jaga jarak. Namun untuk berapa jumlahnya masih dalam pembahasan.

“Yang pasti kapasitas 50 % dari jumlah tempat duduk dihapus di pasal tersebut,” ujar Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dalam keterangan persnya pada Selasa (9/6/2020).

Budi Karya juga mengubah aturan batas minimal dalam moda kereta api. Dalam Permenhub 18 tahun 2020, kereta api antar kota maksimal hanya boleh mengangkut 65 % kapasitas yang ada. Kereta api perkotaan hanya boleh 35 %, dan kereta api lokal cuma boleh 50 %. “Di aturan baru, aturan kapasitas maksimal itu tak berlaku lagi,” jelas Budi.

Aturan batas maksimal kapasitas 50 % pada angkutan udara dan laut pada pasal 13 dan 14 di Permenhub 18 tahun 2020 juga dihapus Budi Karya.

Selain itu, Budi Karya di Permenhub 41 juga membubuhkan pasal baru, yaitu pasal 14 poin a. Pasal ini mengatur soal batas maksimal yang akan ditentukan langsung oleh Budi Karya sendiri sebagai Menteri Perhubungan.

Terkait ojek online, Budi mengatakan boleh mengangkut penumpang sesuai dengan pasal 11 poin c Permenhub 41 tahun 2020.

Bunyi lengkap pasal 11 poin c: Sepeda motor untuk tujuan melayani kepentingan masyarakat dan kepentingan pribadi, dapat mengangkut penumpang dengan ketentuan harus memenuhi protokol kesehatan. Ketentuannya yakni, Aktivitas lain yang diperbolehkan selama masa Pembatasan Sosial Berskala Besar; Melakukan disinfeksi kendaraan dan perlengkapan sebelum dan setelah selesai digunakan; Menggunakan masker dan sarung tangan; dan Tidak berkendara jika sedang mengalami suhu badan di atas normal atau sakit.

Namun baru tiga hari dikeluarkan, Permenhub Nomor 41 tahun 2020 tersebut sudah mendapat kritik dari Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi PKS, Syahrul Aidi Maazat.

Dalam siaran persnya, Kamis (11/6/2020), Syahrul meminta Kemenhub mempertimbangkan kembali penghapusan aturan pembatasan jumlah penumpang pada transportasi umum di Permenhub 41 tahun 2020. Sebab berpotensi meningkatkan jumlah kasus Covid-19. Ia kembali mengingatkan hingga saat ini pemerintah belum mencabut status Covid-19 sebagai bencana nasional non alam. “Jadi belum saatnya pemerintah melonggarkan pembatasan penumpang di transportasi umum,” ujar Syahrul.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga terang-terangan menolak untuk menerapkan Permenhub 41 tahun 2020. Dijelaskan oleh Kepala Dinas Syafrin Liputo pada Kamis (11/6), DKI masih akan menerapkan aturan angkutan umum hanya boleh terisi 50 % dari kapasitas normal.

Yang menjadi alasan Syafrin, DKI Jakarta masih menerapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) masa transisi. “ Di masa PSBB transisi ini Gubernur Anies Baswedan masih tetap melakukan pembatasan yang sangat ekstrem. Ini dilakukan agar masyarakat tidak serta merta melakukan kegiatan sebebas-bebasnya. Mengingat kasus baru Covid-19 di Jakarta masih tinggi,” tegas Syafrin. (Haris)