Prakarsa dan Ikhtiar Membangun Tana Tidung

Merupakan salah satu daerah pemekaran, perjuangan untuk membangun Kabupaten Tana Tidung menjadi daerah yang maju dari berbagai macam aspek pun tentu tidak terjadi dalam waktu yang singkat. Butuh waktu bertahun-tahun serta banyaknya rintangan yang harus dihadapi oleh satu dari lima kabupaten di Provinsi Kalimantan Utara ini.

Ialah Bupati Kabupaten Tana Tidung Dr. H. Undunsyah, sosok yang memprakarsai terbentuknya Kabupaten Tana Tidung. Di tahun 2002, ia bersama para tokoh masyarakat Bulungan mendeklarasikan pembentukan Kabupaten Tana Tidung sebagai Daerah Otonom Baru (DOB). Kala itu, Undunsyah sedang menjalani masa studi magisternya di Universitas Brawijaya dan masih menjabat sebagai Kepala Dinas Pariwisata Kota Tarakan. Dilansir dari buku autobiografinya yang berjudul Mata Hati, Kata Hati: Esensi Kepemimpinan Dr. H. Undunsyah, M.H, M.M., ia mengatakan,”Usaha kami dalam memperjuangkan Kabupaten Tana Tidung sebagai DOB bukanlah tanpa halangan dan rintangan. Ada saja kendala yang kami temukan saat itu.”

Karena tekad yang amat kuat, segala rintangan pun akhirnya terbuktikan seiring bejalannya waktu. Proses memang tidak membohongi hasil. Pada sidang paripurna ke-4 tahun 2007, DPR RI resmi menetapkan Kabupaten Tana Tidung sebagai kabupaten baru. Hingga di tahun 2009, Undunsyah pun memenangkan pilkada dan menjabat sebagai bupati definitif pertama di Kabupaten Tana Tidung dengan masa jabatan 2010-2015.

Lima tahun masa kepemimpinan nyatanya tak cukup bagi Undunsyah untuk membangun Kabupaten Tana Tidung. Desember 2015, ia bersama Markus Yungkin kembali terpilih sebagai pasangan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Tana Tidung untuk periode 2016-2021.

Kini, di sisa masa jabatan yang terhitung kurang lebih tiga tahun lagi, ia beserta pemerintah daerah Kabupaten Tana Tidung sedang memaksimalkan upaya pembangunan infrastruktur, sarana serta prasarana, dan optimalisasi di segala aspek. Hal tersebut tentunya agar pemda dapat terus memberikan pelayanan terbaik bagi warga Kabupaten Tana Tidung.

Penyelesaian Pembangunan Infrastruktur

“Selamat Datang di Tideng Pale Kabupaten Tana Tidung.” Kalimat itulah yang terlihat di Pelabuhan Tideng Pale, Kabupaten Tana Tidung (KTT). Walau ukurannya yang tak seluas pelabuhan pada umumnya, namun pelabuhan ini merupakan salah satu pelabuhan tersibuk di KTT. Terletak di Tideng Pale, ibukota Kabupaten Tana Tidung, Pelabuhan Tideng Pale juga merupakan akses masuk utama di KTT.

Sekitar 180 meter dari Pelabuhan Tideng Pale, terdapat Kantor Bupati Kabupaten Tana Tidung. Berdiri tegak menghadap sungai Sesayap, di gedung inilah pusat pemerintahan di KTT berjalan. Ditemui di kantornya, Undunsyah menyampaikan jika saat ini ia dan pemda KTT masih melanjutkan program pembangunan dari periode sebelumnya, terutama pembangunan infrastruktur. “Sebenarnya kan kita, Kabupaten Tana Tidung umumnya, saya ini hanya melanjutkan program saya di periode pertama, melanjutkan itu infrastruktur yang belum selesai,” ungkapnya.

Pembangunan Jalan Poros merupakan salah satu pembangunan infrastruktur yang sangat vital di KTT. Jalan Poros ini membentang dan mengikat empat kecamatan dari Kecamatan Sesayap, Sesayap Hilir, Muruk Rian, hingga Tana Lia. Merupakan proyek jalan lurus terpanjang se-Kalimantan Timur dan Utara, akses transportasi darat ini menelan Anggran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) hingga ratusan miliar rupiah.

Jalan Poros pertama kali dibangun pada 2016. “Kita target semua desa menuju ke jalan poros, jalan poros itu panjangnya itu ada 96 Km, yang lurus dan segala macem, lebarnya sekitar 60 m, itu yang akan kita selesaikan sepanjang masa jabatan kedua,” jelasnya. Jalan ini juga merupakan akses utama transportasi dan dapat menjadi penunjang ekonomi di KTT. Tak hanya itu, dengan adanya Jalan Poros, memudahkan akses untuk menuju dua pelabuhan baru yaitu Pelabuhan Sebawa dan Pelabuhan Bebatu.

Selain pembangunan infrastruktur jalan, dalam buku autobiografi atau yang bisa juga disebut sebagai catatan perjalanan hidup Undunsyah, ia mengatakan di lima tahun pemerintahannya, ia pun lebih mengutamakan pembangunan infrastruktur yang mencakup akses pendidkan, kesehatan, listrik, dan air bersih. Sempat menjadi Dekan di Universitas Borneo Tarakan 13 tahun lalu dan masih aktif mengajar sebagai dosen pula di Universitas Mulawarman Samarinda, membuat Undunsyah tak bisa lepas dari dinamika dunia pendidikan. Kini, untuk akses pendidkan, KTT kini sudah memiliki tiga sekolah terpadu di tingkat TK/SD di Kecamatan Tana Lia, dan SD/SMP serta SMP/SMA di Kecamatan Sesayap.

Dibangun sejak 2014, sekolah terpadu tersebut masih terus ditingkatkan dari segi sarana dan prasarananya. Sekolah terpadu yang ada di KTT merupakan sekolah unggulan dengan sistem boarding school. Walau sistem boarding school tersebut masih dalam tahap optimalisasi, namun Undunsyah mennyatakan bahwa tahun 2019 sistem tersebut sudah bisa diterapkan. Segala pembangunan fasilitas untuk sekolah terpadu tersebut pun ditargetkan rampung pada 2020.

Untuk saat ini, sekolah terpadu tersebut memiliki gedung yang megah dan nyaman bagi para siswa dalam menjalani kegiatan belajar mengajar. Terdapat pula mess untuk guru, lapangan, laboratorium, dan tempat ibadah. Untuk sekolah terpadu yang berada di Kecamatan Sesayap, lokasinya masih satu komplek dengan kantor Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM, serta Dinas Pendidikan Kabupaten Tana Tidung.

Dari segi kesehatan, saat ini sedang dibangun pula Rumah Sakit Tipe C. “Rumah sakit tipe C yang akan kita garap secara maksimal,” ungkap Undunsyah. Rumah Sakit Tipe C adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kedokteran subspesialis terbatas. Paling sedikit, harus ada empat Pelayanan Medik Spesialis Dasar serta empat Pelayanan Spesialis Penunjang Medik. Untuk di KTT sendiri, Rumah Sakit Tipe C ini direncanakan Undunsyah akan rampung dan bisa digunakan pada 2019. “Ini juga semua akan kita akhiri pada masa jabatan yang ke dua ini. 2019 sudah bisa digunakan,” paparnya.

Optimalisasi Pariwisata dan Ekonomi Masyarakat

Masih didominisai dengan keadaan alam yang asri, KTT juga memiliki destinasi pariwisata. Kawasan wisata yang terkenal di KTT antara lain Gunung Rian, Batu Mapan, dan kawasan Mangrove. Gunung Rian menjadi salah satu destinasi wisata yang paling terkenal di KTT. Di sana terdapat Air Terjun Rian yang terletak di kaki Gunung Rian, Kampung Rian, Kecamatan Sesayap. Menyajikan eksotisme hutan hujan tropis khas kalimantan dan segarnya air terjun yang masih belum terjamah banyak orang, membuat Air Terjun Rian menyimpan pesonanya sendiri untuk dikunjungi.

Menanggapi potensi wisata alam yang ada di KTT, Undunsyah justru mengatakan bahwa saat ini destinasi wisata di KTT masih menuju proses optimalisasi. Sebab, kawasan tersebut merupakan kawasan budidaya kehutanan. “Jadi ada beberapa tempat wisata yang bisa kita publikasi sih, tetapi ini belum dapat kita optimalkan karena kendalanya itu adalah karena kawasan budidaya kehutanan,” paparnya.

Selain itu, masih terdapat sejumlah polemik yang menghambat terciptanya kawasan wisata yang optimal dari segi infrastruktur maupun promosi. Adanya penguasaan lahan dan konsesi dari PT. Atindo di kawasan tersebut juga masih harus diselesaikan. “konsensi PT. Adindo, jadi kita harus clean & clear dulu dengan mereka. Jadi masih ada urusan lain dengan pihak ketiga. Makanya kita tidak bisa mengoptimalkan sebagai wisata alam,” jelas Undunsyah.

Disamping itu, kendala keuangan yang dimiliki oleh pemerintah kabupaten untuk mengoptimalisasi kawasan tersebut sebagai destinasi wisata, menjadi hambatan dan tantangan tersendiri bagi KTT. Undunsyah mengungkapkan bahwa memang terdapat dana bantuan dari Kementerian Pariwisata. Namun hal itu tidak bisa secara signifikan membantu proses keseluruhan dari optimalisasi daerah wisata di KTT tersebut.

“Kita ada bantuan dari kementerian (pariwisata), tetapi tidak signifikan, paling banyak 2-3 Miliar. Sedangkan ini dikelola hingga ratusan miliar kalau mau dijadikan wisata alam, Karena di sana ada pohon yang hampir ratusan tahun dan sangat besar dan kita harus lestarikan. Tetapi untuk mengoptimalkan ini membutuhkan dana yang besar baru bisa menjadi kawasan wisata (alam) yang baik,” jelasnya.

Hal yang terjadi pada sektor pariwisata KTT tak lantas membuat ia patah arang. Baginya, masih ada jalan lain untuk membangun KTT, terutama dari segi potensi untuk perekonomian dan fasilitas daerah. Untuk itu, ia kini lebih fokus untuk mengoptimalisasikan penyediaan fasilitas, infrastruktur, serta pelayanan publik.

Tantangan selanjutnya adalah masalah sosial dan ekonomi. Saat ini ia beserta pemda KTT tengah berupaya untuk mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran yang ada di KTT. “Alhamdulillah di sini kami ada beberpa perusahaan-perusahaan, sehingga masyarakat yang mau bekerja ini hampir sebagian besar tertampung oleh perusahaan,” ungkapnya. Sektor terbesar perekonomian di KTT adalah industri kelapa sawit.

Tak hanya itu, sebagian besar penduduk di KTT juga memilih untuk berwirausaha. Untuk itu, Undunsyah beserta pemda KTT juga berencana membangun pasar modern. “Kita membangun, sampai tahun 2020, kita membangun pasar modern 2-3 lantai. Jadi nanti bisa menampung semua pedagang-pedagang kecil, menengah,” paparnya. Selain pasar modern, akan dibangun pula UKL yang dekat dengan Pelabuhan Tidung Pale. “Itu yang akan kita fungsikan siang dan malam. Dekat dengan sungai, jadi akan kita bangun tahun ini. Tahun 2020 atau 2019 sudah bisa digunakan,” jelasnya.

Undunsyah beserta pemda setempat terus berikhtiar untuk pembangunan KTT. Ia berharap agar seluruh program kerjanya dapat terselesaikan dengan baik hingga batas akhir masa baktinya sebagai bupati KTT. “Harapan saya, 9 program kerja saya dan 18 kegiatan itu bisa dapat tuntas sampai batas sumbangsih saya pada 2021 nanti,” pungkasnya. Mengutip dari bukunya, Undunsyah juga mengungkapkan bahwa impiannya adalah terbangunnya KTT yang modern dan sejahtera. (RA)