
Penulis : Ponco | Editor : Lina F | Foto : KemenPPPA
Jakarta, GPriority.co.id – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) prihatin atas terjadinya bentrokan antara aparat gabungan dan warga di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau pada 7 September 2023, yang berdampak 11 anak sekolah menjadi korban.
Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar mengatakan anak-anak ini tidak terlibat secara langsung, namun menerima dampaknya sehingga mereka memerlukan perlindungan khusus karena masuk kategori anak dalam situasi darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2) huruf a UU 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
“Sangat disayangkan bahwa bentrokan tersebut berdampak hingga masuk ke lingkungan sekolah dimana anak sedang belajar dan menciptakan situasi mencekam sehingga mereka harus dievakuasi,” ujar Nahar dalam keterangan resminya, di Jakarta, pada (12/9).
Menurut Nahar, sesuai dengan pasal 15 huruf b dan c UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak disebutkan “Setiap Anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari pelibatan sengketa bersenjata dan kerusuhan sosial”.
Terkait peristiwa tersebut, KemenPPPA telah berkoordinasi dengan Pemda setempat dan mengimbau agar proses belajar mengajar tetap dapat dilakukan, meskipun untuk sementara dapat dilakukan secara daring sampai situasi kondusif. Berdasarkan hasil koordinasi, UPTD PPA Kota Batam telah melakukan pendampingan kepada anak yang terdampak dan UPTD PPA Prov. Kepri berkoordinasi dengan UPTD PPA Kota Batam untuk mengawal proses penanganan kasusnya.
KemenPPPA mengharapkan agar Pemkot Batam dan stakeholder terkait, dapat segera menemukan akar permasalahan peristiwa yang terjadi. Sehingga dapat melakukan pencegahan agar konflik tidak terulang. Caranya, dengan tetap memelihara kondisi damai dalam masyarakat, mengembangkan sistem penyelesaian perselisihan secara damai, meredam potensi konflik serta upaya-upaya pemulihan pascakonflik terhadap para korban khusunya anak-anak dengan mengupayakan pemulihan psikologis korban konflik dan perlindungan kelompok rentan.
“Jika melihat yang terjadi kemarin, maka dimungkinkan anak dapat mengalami trauma ataupun kecemasan pasca mengalami peristiwa tersebut. Oleh karena itu, perlu ada pendampingan psikologis bagi anak yang terdampak untuk mencegah munculnya dampak psikologis berkepanjangan pada anak. Selain itu, perlu ada penguatan kepada pihak sekolah dan orang tua untuk dapat mendukung pemulihan kondisi anak serta memperkuat pengawasan dan perlindungan kepada anak guna mengantisipasi terulangnya kejadian,” pungkas Nahar.