PANDEMI MENDERA INDUSTRI MEDIA

Tak terkecuali, virus corona ( Covid-19) mendera industri pers nasional dan bahkan internasional. Pemerintah harus sigap memberikan perhatian agar industri pers peran dan eksistensinya tetap terjaga.

Menjelang hari pers nasional (HPN) yang bakal digelar di Jakarta pada 9 Februari 2021 nanti, ekosistem industri media masih menghadapi sejumlah tantangan yang cukup berat, tentunya, baik menyangkut ritme kerja keredaksian dalam menghasilkan karya jurnalistik yang bermutu maupun eksistensi perusahaan media itu sendiri dalam konteks bisnis.

Ritme dan kerja wartawan dalam menghasilkan karya jurnalistik pun kini berubah drastis. Bahkan Ketua Dewan Pers, Prof. M.Nuh mengatakan dalam Buletin ETIKA (Vol.03/3/2020), dunia media, terutama kawan-kawan jurnalis yang ada di depan, teruslah meliput, memberikan informasi apa yang sedang berkembang di masyarakat tentang Covid-19. Tapi tetap, urusan etika jurnalistik, objektivitas menjadi bagian dari yang tidak terpisahkan. ” Saya menberikan apresiasi yang sungguh sangat luar biasa kepada kawan-kawan jurnalis meskipun suasananya sangat khusus, tetapi kawan-kawan jurnalis tetap menjalankan tugas sucinya. Yaitu memberikan informasi yang proper kepada masyarakat,” pesan M.Nuh yang juga mantan Menteri Pendidikan dan KebudayaanRI.

Hendry Ch Bangun, Wakil Ketua Dewan Pers saat menyampaikan materi “Undang-Undang Pers, Kode Etik Jurnalistik, Peraturan Media” di acara Workshop Pelatihan Jurnalistik untuk Humaspro Kabupaten Fakfak, Papua Barat, di Hotel Orchadz Industri, Jakarta, belum lama ini, menengarai eksistensi pers di tengah Covid-19, bahwa media atau pers hari ini memiliki peran yang sangat krusial di mana di satu sisi independensinya harus terjaga dan di lain sisi perhatian pemerintah juga sangat urgen dan mendesak.

Dalam Kolom Buletin Etika ( Vol.05/5/2020) Hendry menulis terkait independensi dan ketergantungan media. Kata Hendry, situasi ekonomi saat ini tidak menguntungkan padahal media harus tetap bekerja dalam menyampaikan informasi secara akurat dan berimbang. ” Pembiaran ini jangan sampai terjadi karena media massa penting perannya di sebuah negara,” katanya.

Hendri CH Bangun, Wakil Ketua Dewan Pers

Keluhan mengenai kesulitan media massa di tengah pandemi Covid-19, kata Hendry, antara lain disampaikan dalam sebuah webinar sejumlah media online dalam bahasa yang lebih terbuka. “Kami sudah menulis semua tentang wabah Covid-19. Breaking News, data setiap hari yang positif, ODP,PDP. Tapi uang tidak turun juga. Sementara sudah tidak ada pendapatan lagi, apalagi kerja dari rumah.Tolonglah Dewan Pers bantu mengurusnya,” kata seorang pengelola media siber di Sumatera. “Saya hanya menjawab normatif, sejumlah usulan sudah disampaikan ke pemerintah, baik berupa keringanan pajak, subsidi, sampaikan dengan pemasangan iklan kegiatan pemerintah untuk memberi pendapatan ke media,” ungkap Hendry.

Agus Sudibyo, anggota Dewan Pers, mengutip hasil pendataan Serikat Perusahaan Pers (SPS) terhadap 434 media cetak sepanjang Januari-April 2020, 71 persen perusahaan cetak mengalami penurunan omzet dari 40% dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2019. Sementara 50% perusahaan pers cetak telah memotong gaji karyawan dengan besaran 2-30 persen.

“Empat puluh tiga persen media cetak telah mengkaji opsi untuk merumahkan karyawan tanpa digaji, bagaikan PHK. Tiga puluh persen perusahaan pers sudah atau berencana mem-PHK karyawan,” kata Agus.

Berdasarkan pendataan Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI) terhadap 600 perusahaan radio di Indonesia, ditengarai bahwa radio kehilangan pendapatan lewat iklan hingga 70 persen karena banyak klien radio yang tutup sementara.

Data dari AMSI (Asosiasi Media Siber Indonesia) bahwa media online juga mengalami penurunan pendapatan antara 25%-80%.

Dalam konteks inilah, kata Agus, sangat dibutuhkan langkah konkrit negara untuk membantu industri media, para wartawan dan para pekerja media yang terdampak krisis akibat pandemi covid-19.

” Insentif atau subsidi dari negara sangat mendesak untuk diberikan dalam hal ini. Bukan hanya untuk menyelamatkan industri media dari kebangkrutan, melainkan juga untuk mempertahankan arus informasi dan komunikasi yang mendukung upaya penanggulangan krisis akibat pandemi covid-19. Ruang pemberitaan pers yang proporsional, beretika dan mencerahkan semakin relevan pada situasi krisis seperti sekarang ini, ” kata Agus.

Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid meminta agar perusahaan pers mendapat intensif saat wabah virus Corona (COVID-19). Perusahan pers, dapat dimasukkan dalam kategori industri yang mendapatkan insentif berupa relaksasi pajak.

“Pandemi Covid-19 menyebabkan krisis di berbagai bidang dan tidak luput juga bagi industri pers. Padahal sebagaimana kita ketahui bahwa kehadiran pers saat ini justru menjadi krusial untuk diseminasi informasi yang baik,” kata Meutya Hafid dalam keterangan tertulis, di Jakarta, Jumat 10/4/2020.

Tujuh Insentif untuk Industri Media

Pemerintah memberikan sejumlah insentif kepada industri media. Insentif ini untuk mengatasi ancaman penutupan perusahaan pers dan pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat pandemi virus corona atau Covid-19.

Kepastian insentif tersebut disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani usai bertemu dengan Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate, dan Ketua Dewan Pers Mohammad Nuh, serta sejumlah perwakilan asosiasi media massa nasional pada Jumat (24/7).

Ada tujuh poin yang disampaikan pemerintah dalam pertemuan tersebut. Pertama, pemerintah akan menghapuskan pajak pertambahan nilai (PPN) bagi kertas koran sebagaimana dijanjikan Presiden Jokowi sejak Agustus 2019.

Penghapusan PPN untuk kertas koran ini akan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK), yang menjadi peraturan pelaksana Perpres Nomor 72 Tahun 2020. Melalui PMK, ditegaskan bahwa PPN terhadap bahan baku media cetak menjadi tanggungan pemerintah.

Kedua, pemerintah mengupayakan mekanisme penundaan atau penangguhan beban listrik bagi industri media.

Ketiga, pemerintah akan menangguhkan kontribusi BPJS Ketenagakerjaan selama 12 bulan untuk industri pers dan industri lainnya melalui Keputusan Presiden (Keppres).

Keempat, pemerintah akan mendiskusikan dengan BPJS Kesehatan terkait penangguhan pembayaran premi BPJS Kesehatan bagi pekerja media.

Kelima, pemerintah akan memberikan keringanan cicilan pajak korporasi di masa pandemi, dari semula turun 30% menjadi 50%.

Keenam, pemerintah akan membebaskan pajak penghasilan (PPh) karyawan yang berpenghasilan hingga Rp 200 juta per tahun.

Dan ketujuh, pemerintah akan menginstruksikan semua kementerian agar mengalihkan anggaran belanja iklan mereka, terutama Iklan Layanan Masyarakat, kepada media lokal.#