Jakarta,GPriority.co.id-Berdasarkan data BPS dan laman Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS),Inflasi bahan pangan mencapai 9,35 persen (yoy) di Agustus 2022. Indeks harga pangan dunia mulai turun. Harga serealia ( rumput-rumputan) terkoreksi. Namun, indeks nilai tukar petani tanaman pangan rendah.
Sementara harga cabai rawit hijau, cabai rawit merah, dan beras super mengalami kenaikan. Meski demikian, kenaikannya tidak bikin kesal ibu-ibu rumah tangga, karena lonjakannya tidak lebih dari 1 persen.
Untuk Harga daging ayam segar, daging sapi, minyak goreng, gula pasir, dan cabai merah keriting cenderung turun. Tapi penurunan harga itu juga tipis-tipis saja, dalam kisaran kurang dari 1 persen. Sementara itu, harga beberapa bahan pokok strategis lainnya relatif stabil seperti beras super II, daging super II, dan gula pasir lokal.
“Rekaman harga mingguan oleh PIHPS, salah satu unit kerja dari Bank Indonesia (BI) yang memantau perkembangan harga bahan pokok pangan secara nasional, jarang memperlihatkan adanya gejolak yang ugal-ugalan, dengan fluktuasi yang besar, kecuali pada beberapa produk hortikultura seperti cabai dan bawang, serta produk peternakan seperti telur, ayam potong, dan daging sapi. Selebihnya, naik atau turun perlahan-lahan. Namun bila dijumlahkan dalam kurun satu tahun, kenaikannya pun cukup menambah beban rumah tangga. Di balik angka inflasi year on year/yoy nasional pada Juli 2022, sebesar 4,95 persen, seperti yang diumumkan BPS pada Senin (1/8/2022), ada inflasi pada sektor makanan, minuman, dan tembakau sebesar 9,35 persen. Rata-rata rumah tangga membeli makanan, minuman, dan tembakau pada Juli 2022 itu 9,35 persen lebih mahal dibanding Juli 2021,” ucap Menkeu Sri Mulyani dalam siaran persnya pada Minggu (14/8/2022)
Sektor lain yang cukup besar menyumbang pada inflasi Agustus adalah transportasi, dengan kenaikan indeks harga sebesar 6,65 persen, peralatan dan pemeliharaan rumah tangga rutin 4,91 persen, dan harga makanan-minuman di rumah makan, warung, dan restoran 3,96 persen. Inflasi pada Juli 2022 ini yang tertinggi sejak Oktober 2015, ketika indeks harga konsumen melonjak 6,25 persen yoy.
Laju inflasi di Indonesia pada Agustus 2022 secara yoy adalah 4,94 persen, dan tercatat yang tertinggi sejak Oktober 2015, yang saat itu menorehkan angka 6,25 persen. Seperti di Oktober 2015, inflasi Agustus 2022 iterjadi di kelompok makanan, minuman, dan tembakau dengan angka sumbangan yang tertinggi. Kenaikan harga bahan pokok ini pula yang mengungkit fenomena inflasi di 2022. Bukan hanya di Indonesia, melainkan hampir di seluruh negara di dunia.
Pemerintahan Indonesia sebelumnya menargetkan, inflasi 2022 ada di kisaran 3–4 persen. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, inflasi 4,94 persen itu tergolong “moderat”, dibanding pada banyak negara. Thailand mengalami inflasi 7,7 persen, Singapura 6,7 persen, Filipina 6,1 persen, dan India 7 persen. Negara-negara Uni Eropa secara rata-rata mengalami inflasi 9,6 persen dan Amerika Serikat masih kesulitan menekan inflasinya yang 9,1 persen.
Menkeu mengatakan pula, inflasi meningkat seiring naiknya harga-harga komoditas di pasar global, yang diiringi gangguan rantai pasok, antara lain, akibat konflik geopolitik. Situasi ini berimbas ke dalam negeri. Pemerintah bertekad akan melakukan pengendalian inflasi, bekerja sama dengan BI, berkoordinasi dengan seluruh pemerintah daerah, melindungi daya beli masyarakat, seraya terus menjaga momentum pemulihan ekonomi.
Khusus untuk pangan, menurut Menkeu, ada pengaruh kuat kenaikan harga di kelompok volatile food, seperti gandum, jagung, dan minyak nabati, akibat pandemi yang disusul konflik geopolitik di Ukraina. Ada pula kenaikan harga produk domestik karena terganggunya pasokan oleh persoalan cuaca. Sampai kapan tekanan inflasi pangan ini akan terjadi? Menkeu dengan tegas menjawab masih belum mengetahuinya. Namun yang pasti pemerintah pusat mengucapkan terima kasih kepada para petani baik di Indonesia maupun dunia karena berkat mereka Indeks harga pangan global sendiri telah mulai menurun sejak Mei lalu, setelah mencapai puncak pada April 2022. Namun, penurunannya masih terlalu lambat hingga pada Juni lalu, global food prince index (FPI) masih bertengger di angka 154,3. Baru pada Juli ada koreksi yang signifikan dengan penurunan indeks 13,4 poin ke 140,9. Namun angka 140,9 itu masih 13,1 persen di atas posisi Juli 2021.(Hs.Foto.Humas Kemenkeu)