Wisata Ekstrim di Indonesia

Beberapa orang biasanya merencanakan jalan-jalan ke tempat yang menyenangkan atau yang menenangkan fikiran. Namun
pernahkan Anda berfikir untuk sesekali berwisata ketempat ekstrim?

Tempat yang ekstrim bukan hanya tentang wahana lompat dari ketinggian, menjelajahi tempat yang mistis dan menyimpan
banyak cerita juga dapat dikategorikan sebagai tempat ekstrim. Selain menambah pengalaman,hal tersebut juga bisa memacu adrenalin dan membuat hati berdebar-debar.

Berikut ini beberapa tempat wisata yang ekstrim di Indonesia:

Goa Londa Toraja

Goa ini terletak di perbatasan antara Makale dan Rantepao, tepatnya di sebuah desa kecil bernama Sandan Uai, Kecamatan Sanggalangi, Kabupaten Toraja Utara, Provinsi Sulawesi Selatan. Goa Londa jadi tempat penyimpanan jenazah khusus bagi
keturunan langsung leluhur Toraja. Wisatawan dapat merasakan pemandangan unik dengan peti-peti mayat atau erong yang tersimpan di goa-goa pada tebing batu berbukit terjal.

Peti jenazah tersebut disokong dengan kayu khusus agar tidak jatuh. Erong merupakan peti mati dari para bangsawan. Semakin tinggi letak petinya di dalam goa, maka semakin tinggi pula derajatnya. Di depan area Goa Londa terdapat banyak tau-tau atau patung yang menyerupai wajah asli orang yang meninggal.

Jangan takut tersesat saat berwisata kesana, karena akan ada pemandu wisata yang membawa lampu petromaks. Menyewa petromaks bersama pemandu wisatanya dikenai biaya kurang lebih Rp 25.000 per-orang. Para pemandu wisata di sana rata-rata masih memiliki hubungan keluarga terhadap jasad orang-orang yang dimakamkan di dalam gua.

Pulau Tulang Halmahera

Pulau ini berada di Kampung Dufa-Dufa, Desa Gamsungi, Tobelo, Halmahera Utara, Maluku Utara. Dibalik keindahan alamnya yang mempesona, tempat wisata ini mengandung cerita horor yang mencekam. Pasalnya di era kolonial, pulau ini dijadikan sebagai tempat pembuangan warga yang dieksekusi, hingga banyak tulang belulang manusia bertebaran. sebelum hal itu
terjadi pun, pulau itu dijadikan markas para perompak atau bajak laut Tobelo untuk menyelesaikan beragam masalah dengan bertarung.

Kini pulau tersebut dijaga oleh Fahri, dan mengupayakan pulau menjadi tujuan ekowisata. Sebagai tempat orang berlibur sekaligus mendapatkan edukasi soal beragam sampah plastik dan bahayanya. Pada musim libur, pulau ini banyak dikunjungi wisatawan. Untuk sampai ke pulau itu, pengunjung bisa menumpang perahu dengan ongkos Rp 5.000,- untuk sekali jalan, dengan waktu tempuh 5 menit.

Liang Bua, NTT

Lia Bua berada di Ruteng, Manggarai, Nusa Tenggara Timur menjadi salah satu situs arkeologi penting dunia. Sebab Liang Bua adalah sebuah gua warisan situs prasejarah manusia purba berupa kerangka manusia kerdil atau pendek, yang diperkirakan berasal dari 18.000 tahun yang lalu. Berada di bukit kapur, Liang Bua memiliki ukuran yang sangat besar dengan panjang 50 meter, lebar 40 meter, dan 25 meter. Keberadaan manusia kerdil tersebut diduga telah ada sejak zaman dahulu. Masyarakat meyakini bahwa manusia kerdil ini adalah nenek moyangnya orang Flores.

Kerangka manusia kerdil Flores dikenal sebagai Homo Floresiensis dewasa dengan ukuran otak sangat kecil, tinggi badan sekitar 1 meter, dan berat sekitar 30 kg. Kerangka tersebut ditemukan bersama ratusan artefak batu dan tulang binatang seperti gajah purba,komodo, bangau raksasa, tikus, kelelawar dan burung.

Desa Trunyan, Bali

Desa Trunyan berada di kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Bali merupakan salah satu desa adat sekaligus desa tertua di Pulau Dewata. Berlokasi di tepi timur Danau Batur, untuk menuju lokasi desa ini harus menggunakan perahu menyusuri lereng Bukit Abang, di tepi Danau Batur sekitar 45 menit.

Di desa ini upacara ngaben tidak lagi membakar mayat melainkan hanya meletakkan mayat di bawah pohon berjenis menyan. Di sini mayat sengaja dibiarkan membusuk di permukaan tanah dangkal berbentuk cekungan panjang di bawah udara terbuka.
Hebatnya lagi, mayat-mayat tersebut tidak mengeluarkan bau busuk. Tradisi tersebut bisa juga disebut dengan fenomena Mepasah sebagai “kubur angin”.

Kuburan di Atas Tanah Dayak Benuaq

Dalam mengubur keluarga ataupun sanak saudara,masyarakat suku Dayak Benuaq mempunyai cara yang unik yaitu dengan memasukkan jenazah ke dalam kayu berbentuk setengah lingkaran kemudian ditopang dengan 2 pilar kayu, sehingga peti jenazah
seperti menggantung di atas tanah.

Setelah beberapa tahun, kotak kayu itu dibuka.Tulang-belulang kemudian dimasukkan ke dalam kotak kayu bertiang yang lebih permanen. Biasanya kotak tersebut terbuat dari kayu ulin, kayu asli Kalimantan yang terkenal kekuatannya.

Masyarakat Dayak Banuaq percaya bahwa tempat ‘menyimpan’ jenazah ini akan menjadi tempat roh jenazah akan bersemayam. Sebelum dipindahkan ke dalam kotak kayu ulin, jenazah akan melalui sebuah upacara pemberkatan. Upacara tersebut akan
dipenuhi dengan nyanyi-nyanyian yang mendoakan mendiang yang telah meninggal. Pada umumnya, tiap keluarga mempunyai kuburannya masing-masing.

Kubur Bayi Kambira Tana Toraja

Pemakaman Bayi Kambira berada di Tongko Sarapung, Sangalla, Tana Toraja Sulawesi Selatan. Di tempat ada satu tradisi yang berbeda dengan ditempat lain. Yaitu adanya pemakaman bayi di dalam pohon Tarra. Mereka yang meninggal sejak kecil dan
belum memiliki gigi akan dikubur di dalam pohon tersebut. Menurut masyarakat Toraja, bayi yang masih berusia 6 bulan merupakan bayi yang masih suci dan tanpa dosa, sehingga harus dimakamkan dengan cara yang khusus. Pohon ini dipilih karena memiliki kandungan getah yang sangat tinggi, masyarakat setempat menganggap bahwa getah ini adalah pengganti susu dari ibunya.

Untuk proses pemakamannya pun terbilang unik dan sederhana. Pohon Tarra’ tersebut dilubangi dengan diameter seukuran bayi. Kemudian jenazah bayi diletakkan dalam lubang pohon tanpa dibungkus kain apapun. Selanjutnya, lubang ini ditutup dengan
menggunakan ijuk pohon enau. Dalam prosesi ini, masyarakat yakin jika bayi yang mereka kuburkan seperti kembali pada rahim ibunya. Meskipun jasad bayi-bayi ini dikuburkan tanpa pembungkus, namun tak tercium bau apapun dari pohon tersebut. (Dwi)