Jakarta, Gpriority.co.id – Kuasa Hukum Paslon Cabub dan Cawabub Fakfak nomor urut 1 Untung Tamsil – Yohana Dina Hindom (Utayoh) Dr Fahri Bachmid menegaskan pembatalan atau diskualifikasi yang diberikan KPUD Fakfak bersifat inkonstitusional dan melanggar hukum.
“Kami ingin menyampaikan bahwa hari resmi mengajukan permohonan penyelesaian sengketa administrasi pemilihan atas Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Fakfak Nomor 2668 Tahun 2024 Tentang Perubahan Atas Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Fakfak Nomor 1720 Tahun 2024,” katanya Rabu (13/11).
Dilansir Tribunpapuabarat, dia mengatakan, termasuk tentang penetapan pasangan calon peserta pemilihan bupati dan wakil bupati Fakfak tahun 2024 ke Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Dr Fahri Bachmid mengatakan, kliennya merupakan pasangan calon bupati dan calon wakil bupati dalam Pilkada Fakfak 2024 telah memenuhi syarat calon maupun syarat pencalonan.
“Sehingga pemohon telah ditetapkan sebagai pasangan calon peserta dalam pemilihan bupati dan wakil bupati Kabupaten Fakfak tahun 2024,” ujarnya.
Dikatakannya, sebagaimana ditetapkan dengan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Fakfak Nomor 1720 Tahun 2024 Tentang Penetapan Pasangan Calon Peserta Pemilihan Bupati Dan Wakil Bupati Fakfak Tahun 2024 objek sengketa.
“Klien kami sangat dirugikan atas keputusan KPU menerbitkan objek sengketa pada tanggal 10 November 2024 yang membatalkan pemohon sebagai peserta dalam pemilihan bupati dan wakil bupati Kabupaten Fakfak tahun 2024,” ujarnya.
Fahri menilai bahwa akibat keputusan termohon tersebut, klien sangat dirugikan karena klien yang telah memenuhi seluruh syarat calon dan syarat pencalonan dalam pemilihan bupati dan wakil bupati Fakfak 2024.
“Di mana menjadi kehilangan statusnya sebagai pasangan calon peserta dalam pemilihan bupati dan wakil bupati Fakfak tahun 2024,” katanya.
Dikatakannya, akhirnya tidak dapat mengikuti tahapan-tahapan pemilihan selanjutnya dalam pemilihan bupati dan wakil bupati Kabupaten Fakfak tahun 2024.
“Adapun alasan-alasan kami mengajukan terhadap keputusan KPU Kabupaten Fakfak tersebut yakni objek sengketa didasarkan kepada rekomendasi Bawaslu yang cacat prosedur,” tuturnya.
Dikatakannya, Bawaslu Pusat melimpahkan laporan kepada Bawaslu Kabupaten Fakfak tanpa terpenuhi syarat materiel.
“Lalu Bawaslu Kabupaten Fakfak menerbitkan rekomendasi pembatalan paslon Bawaslu Fakfak tanpa memberikan kesempatan kepada pelapor untuk melengkapi syarat materil,” katanya.
Dengan demikian dikatakannya, terdapat cukup alasan serta argumentasi hukum yang memadai untuk membatalkan keputusan objek sengketa. Fahri membeberkan, objek sengketa yang diterbitkan oleh termohon justru menambah ayat lain dari ketentuan pasal 71 yang tidak direkomendasikan oleh Bawaslu Kabupaten Fakfak.
“Selain mencantumkan ketentuan pasal 71 ayat (3) dan ayat (5) KPU Kabupaten Fakfak menambahkan ketentuan pasal 71 ayat (2), padahal ketentuan tersebut tidak direkomendasikan oleh Bawaslu Fakfak,” bebernya.
Diyakini pihaknya ini adalah bentuk penyelundupan hukum yang sangat kasar serta sewenang wenang. Hal ini sebagaimana tertuang dalam konsideran menimbang objek sengketa, KPU Kabupaten Fakfak terbukti telah melampaui kewenangannya karena menambah ketentuan sanksi yang tidak direkomendasikan oleh Bawaslu Fakfak,” paparnya.
Sehingga dikatakannya, objek Sengketa berdasar menurut hukum untuk dibatalkan.
“Rekomendasi pembatalan hanya bisa dijatuhkan terhadap pelanggaran pasal 71 ayat (2) dan ayat (3) secara kumulatif, penerapan ketentuan pasal 71 ayat (5) Undang-Undang 10 Tahun 2016,” katanya.
Pihaknya dikatakan, KPU dan Bawaslu harus bisa membuktikan terlebih dahulu bahwa benar telah terjadi 2 peristiwa materil pelanggaran administrasi berdasarkan pasal 71 ayat (2) dan ayat (3) Undang-undang 10 Tahun 2016 yang terjadi secara kumulatif,” tambah Fahri Bachmid.
Kemudian, Fahri menyampaikan bahwa sifat kumulatif dari dua ketentuan tersebut tidak bisa berdiri sendiri sehingga kedua peristiwa pelanggaran tersebut harus terjadi secara faktual seluruhnya tanpa terkecuali.
“Jika salah satu tidak dapat dibuktikan termohon telah terjadi pelanggarannya maka sanksi pembatalan tidak dapat dikenakan kepada pemohon,” tegas Fahri.
Oleh karena itu, dikatakannya Fahri bahwa Bawaslu Kabupaten Fakfak hanya merekomendasikan telah terjadi satu pelanggaran dalam ketentuan pasal 71 ayat (3).
“Bawaslu Kabupaten Fakfak tidak pernah merekomendasikan telah terjadi pelanggaran dalam ketentuan Pasal 71 ayat (2) sebagaimana di klaim termohon dalam konsideran menimbang objek sengketa huruf a,” bebernya.
Lanjutnya, maka dapat disimpulkan rekomendasi pembatalan oleh Bawaslu Kabupaten Fakfak adalah tidak berdasar menurut hukum.
“KPU dalam objek sengketa dan Bawaslu Kabupaten Fakfak dalam rekomendasinya yang menjadi dasar penerbitan objek sengketa tidak dapat membuktikan adanya keuntungan atau kerugian yang didapatkan oleh salah satu paslon,” ungkapnya.
Dikatakannya, akibat adanya kewenangan, program, dan kegiatan yang dilakukan oleh pemohon sehingga unsur yang ada dalam pelanggaran administrasi pemilihan tidak terpenuhi.
Dengan permohonan ini, Fahri Bachmid berharap Mahkamah Agung dapat mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya, dan mengembalikan Hak klien untuk melanjutkan kontestasi Pemilihan calon bupati dan wakil bupati Fakfak tahun 2024.
“Opsi hukum lain sedang kami cadangkan untuk dilakukan untuk menyikapi persoalan ini, demokrasi harus diselamatkan atas berbagai tindakan pembajakan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab,” tuturnya.
Foto: tribunpapuabarat