Mengenal Suku Dayak Lundayeh Lewat Wisata Budaya Ke Pulau Sapi

Jakarta, GPriority. co.id – Kabupaten Malinau memiliki banyak destinasi wisata pedesaan yang menarik dan sayang untuk dilewatkan. Tidak hanya Desa Apapu Ping di perbatasan dengan Malaysia dan Desa Wisata Setulang saja, namun Desa Pulau Sapi juga memiliki daya tarik tersendiri.

Desa Pulau Sapi merupakan sebuah desa di Kecamatan Mentarang, Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara yang letaknya sekitar 15 menit perjalanan dari Malinau. Di desa ini terdapat banyak kreativitas masyarakat yang memiliki potensi untuk memajukan ekonomi setempat.

Mulai dari potensi kesenian dan budaya, kuliner khas daerah, hingga kondisi alam serta lingkungan desa yang sangat indah. Di antara kekayaan potensi desa itu, seni dan budaya menjadi ciri khas Desa Pulau Sapi yang membuatnya tampak unik dan menarik untuk dikunjungi.

Kekayaan akan seni dan budaya ini diperoleh dari mayoritas penduduknya yang berasal dari etnis Dayak Lundayeh. Suku Dayak Lundayeh sendiri merupakan salah satu penduduk asli Pulau Kalimantan yang telah ratusan tahun menempati utara Pulau Kalimantan hingga perbatasan Malaysia.

Menurut cerita orang tua di Kayan, diperkirakan manusia telah menempati wilayah ini sejak 300 ratus tahun yang lalu. Meski belum ada bukti kuat yang bisa memastikan kebenaran tersebut.

Aktivitas kehidupan warga desa Pulau Sapi tidak lepas dari tradisi dan budaya yang mereka miliki. Hal ini dibuktikan dari balai adat yang berdiri kokoh di tengah pemukiman sebagai simbol kekayaan budaya.

Ketika datang ke desa ini, wisatawan akan disuguhkan pemandangan indah berupa lukisan dan ukiran khas Dayak Lundayeh. Bahkan sejak masih di perjalanan menuju Desa Pulau Sapi, wisatawan akan diarahkan untuk melewati jembatan gantung yang cukup panjang. Jembatan gantung ini sering menjadi spot selfie favorit bagi para pendatang.

Memasuki desa, wisatawan akan melihat lebih dekat kearifan lokal berupa seni, adat istiadat, dan rumah adat berusia puluhan tahun. Diperkirakan setidaknya ada 400 buah rumah khas Lundayeh yang dibangun di Desa Pulau Sapi.

Rumah adat Dayak Lundayeh memiliki bentuk seperti rumah panggung dengan cat berwarna warni dan dihiasi berbagai ukiran serta lukisan dengan motif tempayan dan buaya.

Setiap halaman rumah warga juga dihiasi dengan beberapa tanam bunga yang indah. Sementara di bagian belakang rumah dibangun sejumlah gazebo sebagai istirahat di pinggir sungai.

Uniknya lagi, tidak hanya rumah yang dihiasi dengan seni khas Dayak Lundayeh, sejumlah lokasi seperti di warung, fasilitas umum hingga balai desa juga menggunakan ukiran ini.

Gambar-gambar pada dinding tersebut membuat kawasan ini sangat menarik untuk dijadikan spot foto. Dengan latar belakang lukisan dan ukiran khas Suku Dayak Lundayeh, Desa Pulau Sapi menjadi desa wisata yang instragramable.

Selain rumah adat, wisatawan juga bisa berfoto di samping patung buaya yang menjadi simbol dan lambang suku Dayak Lundayeh.

Sejumlah monumen patung buaya seperti ini dapat dijumpai di alun-alun Desa Pulau Sapi dan beberapa tempat di wilayah desa itu.Biasanya patung-patung buaya dibangun berdampingan dengan sebuah tiang yang tinggi.

Penasaran dengan kuliner di Desa Pulau Sapi, wisatawan bisa mencoba salah satu menu khas sup ikan pelian. Jika beruntung, wisatawan juga bisa menikmati kuliner sambil melihat kesenian Dayak Lundayeh yang diadakan setahun sekali pada bulan Juni selama seminggu.

Sebelum pulang, wisatawan bisa berburu souvenir berupa kerajinan khas Desa Pulau Sapi seperti batik Malinau yang dikelola oleh PKK setempat.

Keberhasilan Desa Pulau Sapi dalam mengembangkan aktivitas wisata membawa desa ini dinobatkan menjadi salah satu Top 50 ADWI 2022. (Vn)