Jakarta, GPriority.co.id– Tari Tifa berkembang di Papua, Maluku, dan Nusa Tenggara Timur (NTT).
Tari Tifa menggambarkan kebersamaan yang dirayakan dalam bentuk bunyi dan gerak. Di tanah Papua Tari Tifa menjadi salah satu tarian sakral.
Sejarah Tari Tifa
Pada zaman batu, tari ini digelar untuk penyambutan tamu, panen, atau hasil buruan. Terlebih Tari Tifa memberikan nilai spiritualitas kepada suku-suku Papua dan Maluku.
Tari Tifa merupakan tarian yang sudah dikenal sejak zaman batu, berburu, dan meramu. Nama tarian ini merujuk pada alat musik tifa yang digunakan untuk mengiringi tarian melalui ketukan yang dihasilkan.
Ketukan kaki yang berpadu dengan tepukan tifa memiliki isyarat dan simbol khusus yaitu, kegembiraan, keramahan, serta tekad yang bulat. Gerakannya yang ceria dan meriah membuat tarian ini kerap digunakan untuk memeriahkan sebuah acara sakral.
Tari Tifa juga dibawakan secara berkelompok atau beramai-ramai. Secara umum gerakan Tari Tifa sama seperti tarian lain yang berkembang di Papua, sehingga gerakannya cukup sederhana dan mudah untuk ditarikan secara massal.
Para penari Tari Tifa menggunakan busana tradisional khas Papua, yakni rok rumbai, sali, yokai, atau baju kain.
Keunikan dari Tari Tifa ialah adanya coretan yang khas di badan para penari laki-laki dan di muka penari perempuan. Tak hanya itu saja, keunikan lainnya dapat kita lihat dari gerak kaki yang ritmis dan selaras dengan ketukan alat musik tifa.
Sehingga, Tari Tifa ini dijadikan simbol dalam pecahan uang Rp1.000 yang baru dikeluarkan oleh Bank Indonesia pada Kamis (18/8/2022) di acara peluncuran 7 (tujuh) pecahan Uang Rupiah Tahun Emisi 2022 (Uang TE 2022). (srw.foto.dok.pribadi)