
Penulis : Ponco | Editor : Lina F | Foto : KemenPPPA
Jakarta, GPriority.co.id – Terkait Kasus dugaan Tindak Pidana yang diduga dilakukan oleh Bupati Maluku Tenggara. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga mengatakan, sesuai UU tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Tidak mengenal istilah restorative justice.
“Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) tidak mengenal istilah restorative justice sehingga dalam kasus kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh pelaku sebagai pejabat publik di Maluku Tenggara, adalah murni tindakan pidana,” tegas Bintang dalam keterangan resminya di Jakarta, pada (13/9).
Karena itu lanjut Bintang, dalam UU TPKS tidak memungkinkan adanya upaya proses damai yang ditawarkan oleh pelaku. Kementerian PPPA juga mengapresiasi dan mendukung penuh atas kebijakan Polda Maluku yang tetap melanjutkan penyidikan terhadap pelaku.
“Jika saat ini ada informasi tentang pencabutan laporan oleh korban kami berharap agar penyidikan bisa tetap dilanjutkan karena aparat polisi sudah memiliki bukti pemeriksaan sebelumnya. UU TPKS hadir sebagai bukti negara serius melindungi para korban kekerasan seksual khususnya kelompok rentan perempuan dan anak-anak. Ancaman pidana UU TPKS terhadap pelaku sudah tepat,” jelas Menteri PPPA.
Selanjutnya, Menteri Bintang juga menyatakan, terkait perbuatan yang dilakukan terduga pelaku terhadap korban yang menurut korban sudah dilakukan sejak April 2023, maka terduga pelaku juga bisa dikenakan Pasal 6 huruf c UU TPKS jo 64 KUHP tentang perbuatan berlanjut.
Berdasarkan informasi yang dihimpun KemenPPPA, hasil koordinasi dengan Reskrimsus Polda Maluku, bahwa benar pada April 2023 telah terjadi kasus TPKS yang diduga dilakukan oleh Bupati Maluku Tenggara terhadap korban TSA (21 tahun) yang merupakan karyawan sebuah kafe.
Pada 1 September 2023, kasus selanjutnya diproses oleh penyidik Reskrimsus Polda Maluku dengan nomor TBL/230/IX/2023/Maluku/SPKT. Pada hari yang sama korban juga langsung menjalani pemeriksaan di Polda Maluku dan visum et repertum di RS Bhayangkari didampingi oleh Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Provinsi Maluku.
“Kami melalui tim layanan SAPA sebelumnya langsung berkoordinasi dengan dinas Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinas PPPA) dan UPTD PPA Provinsi Maluku untuk mendampingi korban. Mulai dari pendampingan psikologi korban hingga mengawal proses hukumnya,” pungkas Bintang.