
Negara Indonesia memiliki ragam adat istiadat dan budaya. Salah satu budaya yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan masyarakat Indonesia adalah budaya etnis Tionghoa. Di sudut kota Tanggerang, terdapat sebuah bangunan yang merekam secara manis jejak sejarah peranakan Tionghoa. Bangunan tersebut bernama Museum Pustaka Peranakan Tionghoa. Merupakan satu-satunya museum peranakan Tionghoa yang ada di Indonesia.
Museum Pustaka Peranakan Tionghoa hanya ditandai dengan papan nama berwarna merah, ukurannya tak terlalu besar. Di dalamnya terdapat lemari-lemari dan meja kaca yang dipenuhi dengan aneka bacaan seperti majalah, koran, buku, dan lainnya. Semuanya berhubungan dengan peranakan Tionghoa.
Museum yang dibangun pada 2010 ini memiliki lebih dari 20 ribu koleksi bacaan. Usia bacaan tersebut mayoritas di atas 50 tahun. Bahkan, koleksi tertua berasal dari tahun 1891 yang didapat dari berbagai daerah. Seperti Jakarta, Banten, Banyuwangi, dan lainnya.
Mungkin tak ada yang menyangka, jika pendirinya sama sekali bukan keturunan Tionghoa. Azmi Abubakar, tak ada sama darah Tionghoa sama sekali di tubuhnya. Ia seorang muslim yang berasal dari Aceh.
Bermula saat kerusuhan Mei 1998, dimana etnis Tionghoa banyak menjadi korban. Terbersit dalam pikirannya, kenapa etnis Tionghoa selalu menjadi korban. Sebagai seorang akademisi, ia tidak puas jika hanya bertanya kepada orang Tionghoa atau masyarakat lokal. Azmi kemudian mencari data melalui terbitan media cetak peranakan Tionghoa zaman dahulu.
Dari sanalah wawasannya mulai terbuka, sebab jauh sebelum NKRI terbentuk, koran dan karya kaum peranakan Tionghoa telah berbicara mengenai cikal bakal Indonesia. Banyak pula penulis dan penerbit media Tionghoa yang bersimpati pada gagasan kemerdekaan Indonesia.
Semua itu tidak diketahui oleh generasi muda Tionghoa mau pun masyarakat lokal. Untuk itulah, Azmi berinisiatif membuka Museum Pustaka Peranakan tionghoa yang bertujuan untuk mengingat kembali kiprah etnis Tionghoa zaman dahulu dalam berperan menyonsong kemerdekaan Republik Indonesia.
Museum Pustaka Peranakan Tionghoa terbuka untuk umum dan dapat diakses secara gratis. Di museum ini, pengunjung dapat mencari aneka bahan bacaan yang terkait dengan peranakan Tionghoa. Salah satunya paspor tokoh Angkatan Laut yang juga Pahlawan Nasional, John Lie yang merupakan peranakan Tionghoa asal Manado. (VIA)