Aceh Tamiang, Gpriority – Menelusuri objek wisata di Aceh seakan tidak ada habisnya. Daerah dengan julukan Tanah Rencong yang berada paling ujung pulau Sumatera ini begitu banyak menyimpan pesona dan keindahan alamnya yang masih tersembunyi. Salah satu daerah yang masih banyak menyimpan tempat dengan pesona keindahan alamnya ialah Kabupaten Aceh Tamiang, Provinsi Aceh.
Mempunyai julukan Bumi Muda Sedia, ternyata Kabupaten Aceh Tamiang, memiliki beberapa tempat wisata alam yang kini mulai ramai dikunjungi wisatawan lokal maupun luar daerah saat akhir pekan ataupun hari libur.
Satu dari 23 Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh, Aceh Tamiang sendiri terletak di ujung barat Provinsi itu, dan merupakan Kabupaten yang menjadi pintu masuk Aceh. Sebab letaknya berbatasan langsung dengan Provinsi Sumatera Utara.
Jika dihitung, jarak dari pusat Kota Banda Aceh yang merupakan ibu Kota Provinsi ke Kabupaten Aceh Tamiang kurang lebih sejauh 463 kilometer, dan akan mengabiskan waktu tempuh melalui perjalanan darat kurang lebih 9 jam lamanya.
Belakangan, kurang lebih sejak 10 tahun terakhir, terdapat 6 objek wisata di Aceh Tamiang yang sudah mulai diekspose oleh masyarakat setempat. Bahkan, lokasi tersebut sudah mulai ramai dikunjungi wisatawan lokal maupun luar daerah, khususnya masyarakat dari daerah Kabupaten/Kota tetangga, seperti Kota Langsa, dan Aceh Timur.
Tidak hanya itu, masyarakat dari Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara juga tidak sedikit yang datang berkunjung ke beberapa lokasi wisata yang ada di Kabupaten Aceh Tamiang, untuk menghabiskan waktu libur mereka bersama keluarga maupun teman.
Meskipun beberapa objek wisata di Kabupaten itu sudah mulai ramai di kunjungi masyarakat, namun hampir seluruh objek wisata yang ada tersebut diketahui masih belum di kelola secara baik oleh pemerintah daerah setempat.
Dari beberapa objek wisata yang ada, ada 6 tempat yang banyak dipilih masyarakat, yakni, Kuala Paret, Air Terjun 1000, Sangka Pane, dan Tamsar. Keenam objek wisata alam terbuka tersebut berada di wilayah hulu Kabupaten Aceh Tamiang dan memiliki pesona dan keindahannya masing-masing, dari yang memacu adrenalin hingga yang membuat terperangah siapa saja yang melihatnya, karena memang keindahannya bak lukisan karya dari sang Ilahi.
Untuk pembaca setia Gpriority yang penasaran dengan Keempat destinasi wisata tersembunyi di Aceh Tamiang, berikut Gpriority akan menjelaskan setiap masing-masing destinasi tersebut.
1.KUALA PARET
Kuala Paret adalah satu dari beberapa objek wisata yang ada di Aceh Tamiang yang paling populer bagi wisatawan lokal maupun wisatawan dari luar daerah tetangga Kabupaten itu.
Kuala Paret sendiri merupakan objek wisata alam terbuka yang menyuguhkan keindahan sungai pegunungan nan eksotis. Keindahan alamnya semakin memikat karena Kuala Paret dikelilingi pepohonan dan lereng yang masih begitu alami. Bebatuan karang berongga terbelah oleh derasnya air yang mengalir dari hulu sungai, sehingga menambah kesempurnaan alam ciptaan sang Ilahi.
Terletak di kawasan Desa Kaloy, Kecamatan Tamiang Hulu, Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh, tempat ini selalu ramai dikunjungi pada akhir pekan atau musim liburan. Untuk sampai di sana para wisatawan jika berangkat dari pusat Kota Kuala Simpang yang merupakan pusat kota Kabupaten Aceh Tamiang, wisatawan harus menempuh perjalanan darat dengan kendaraan roda dua atau empat kurang lebih 2 hingga 3 jam, dan atau dengan jarak tempuh sekitar 47 kilometer, dengan kondisi jalan bebatuan dan siap memacu adrenalin, sehingga mempunyai tantangan tersendiri bagi wisatawan.
Walaupun begitu, jangan takut wisatawan yang datang ke sana tidak akan tersesat. Setibanya di pekan Pulau Tiga, yang merupakan pusat kota di Kecamatan Tamiang Hulu, Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh, terdapat petunjuk yang mengarahkan agar belok ke kiri hingga ke lokasi. Di sana, sebuah papan nama bertuliskan Objek Wisata Kuala Paret terpampang di pinggir jalan. Dari sana, untuk mencapai lokasi objek wisata tersebut, pengunjung harus menempuh perjalanan sekitar 10 kilometer lagi.
Sepanjang jalan pengunjung bakal melewati perkampungan, dan perkebunan kelapa sawit milik perusahaan AMPI. Kemudian setibanya di ujung perkebunan kelapa sawit tersebut terdapat tanda penunjuk arah menuju objek wisata Kuala Paret. Setelah tiba di sana, pengunjung masih harus berjalan kaki untuk dapat tiba di lokasi itu, sekitar kurang lebih 300 meter.
Saat tiba di lokasi, gemuruh air sungai yang melewati bebatuan memadati indra pendengar. Ditambah lagi dengan suara burung berkicau. Objek wisata air Kuala Paret memang begitu eksotis, terlebih dihimpit oleh perbukitan. Rasanya cukup untuk membayar perjalanan yang telah ditempuh yang lumayan melelahkan itu.
Objek wisata Kuala Paret memang direkomendasikan para wisatawan menjadi salah satu tempat yang paling tepat untuk menghilangkan rasa penat dari kebisingan kota, terlebih saat libur akhir pekan tiba. Bagaimana tidak, pesona keindahan alam mampu membuat pengunjungnya terhipnotis. Tebing berwarna kecokelatan dan aliran air sungai yang berwarna kehijauan akan langsung menyambut pengunjung setibanya di sana.
Meski begitu, pengunjung juga harus tetap memperhatikan faktor keselamatan. Sebab, untuk bisa sampai ke sungai, pengunjung harus menuruni bebatuan yang ada di tebing. Bebatuan itu cukup licin ketika dipijak. Selain itu, sungai Kuala Paret juga memiliki arus yang deras, apalagi ketika memasuki musim hujan. Maka dari itu, pengunjung yang tidak pandai berenang tidak disarankan menyebur ke sungai.
Selain menawarkan kondisi alam yang masih natural, pengunjung juga bisa menikmati udara segar, sambil menikmati derasnya air sungai, Kuala Paret juga menyuguhkan lokasi yang tepat untuk yang gemar mengabadikan momen penting, atau berswafoto.
2.AIR TERJUN 1000
Satu lagi objek wisata alam terbuka di Kabupaten Aceh Tamiang yang juga tidak kalah indahnya dan mulai ramai disebut – sebut sebagai salah satu tempat wisata yang layak di rekomendasikan untuk dikunjungi wisatawan ialah objek wisata Air Terjun 1000.
Lokasi wisata ini memang masih tersembunyi dan belum begitu populer bagi masyarakat luar Tamiang. Meski begitu para wisatawan jika berkunjung ke sana dijamin tidak akan kecewa.
Di namakan Air Terjun 1000, karena memang sepanjang aliran sungai itu memiliki ribuan jenjang yang bertingkat hingga ujung hulu Sungai, sehingga masyarakat menamakannya dengan Air Terjun 1000.
Terletak di kawasan Desa Rongoh Pintu Kuari, Kecamatan Tamiang Hulu, Kabupaten Aceh Tamiang, Provinsi Aceh, belakang terakhir tempat ini selalu ramai dikunjungi pada setiap akhir pekan atau musim liburan.
Untuk sampai di sana, para wisatawan jika berangkat dari pusat Kota Banda Aceh akan melalui jarak tempuh perjalanan dengan darat menghabiskan waktu kurang lebih 9 jam atau 463 kilometer untuk sampai di Kota Kuala Simpang.
Setiba di pusat Kota Kuala Simpang para wisatawan kembali melanjutkan perjalanan menuju ke lokasi wisata Air terjun 1000 kurang lebih 2 hingga 3 jam atau dengan jarak tempuh 47 kilometer dengan kondisi jalan yang sudah beraspal. Namun, sebelum tiba di lokasi, sekitar 8 kilometer pengunjung harus melalui jalan bebatuan yang belum beraspal.
Meskipun begitu, pengunjung tidak akan merasa kesal ketika melewati jalan yang belum beraspal itu, sebab, sepanjang perjalanan, mata pengunjung akan dimanjakan oleh pemandangan perbukitan yang indah.
Walaupun jaraknya sedikit jauh dari pusat kota Kabupaten Aceh Tamiang. wisatawan yang datang ke sana tidak akan tersesat. Sebab, masyarakat di sepanjang jalan menuju ke lokasi sangat ramah.
Setelah tiba di sana, pengunjung tidak perlu membayar tiket atau karcis masuk, hanya saja pengunjung harus membayar uang parkir kendaraan bermotor. Untuk tarifnya parkir sepeda motor sebesar Rp 5 ribu, sedangkan untuk mobil Rp 10 ribu.
Saat tiba di lokasi, gemuruh air sungai yang melewati bebatuan memadati indra pendengar. Ditambah lagi dengan suara kicauan burung di alam lepas. Objek wisata air terjun 1000 memang begitu eksotis, terlebih dihimpit oleh rimbun dan rindangnya pepohonan besar. Rasanya cukup untuk membayar perjalanan yang telah ditempuh yang lumayan melelahkan itu.
Objek wisata Air Terjun 1000 mulai direkomendasikan oleh masyarakat setempat menjadi salah satu tempat yang paling tepat untuk menghilangkan rasa penat dari kebisingan kota, terlebih saat libur akhir pekan tiba. Bagaimana tidak, pesona keindahan alam mampu membuat pengunjungnya terhipnotis. Sejuk dan jernihnya air yang mengalir dari sepanjang sungai kecil berjenjang dan bertingkat menggambarkan pesona indah sesuai nama lokasi wisata itu akan langsung menyambut pengunjung saat tiba di sana.
3.AIR TERJUN SANGKA PANE
Air Terjun Sangka Pane, atau masyarakat setempat biasa menyebutnya dengan Air Terjun 17 tingkat adalah merupakan sebuah air terjun tersembunyi dibalik perbukitan wilayah Hulu Kabupaten Aceh Tamiang.
Tempat satu ini memang menyimpan berjuta pesona yang masih perawan serta belum banyak dijamah oleh wisatawan. Dibalik hutan yang lebat, di kaki gunung, serta perbukitan, Air Terjun Sangka Pane saat ini menjadi tempat wisata favorit bagi masyarakat lokal.
Air Terjun Sangka Pane juga merupakan sebuah air terjun eksotis yang berada dibalik perbukitan hulu Kabupaten Aceh Tamiang. Tak seperti air terjun lainnya, tempat wisata ini memiliki kontur tebing berkelok disekelilingnya sehingga nampak cantik dan indah. Konon, air terjun ini juga disebut-sebut merupakan air terjun terpanjang yang ada di Kabupaten Aceh Tamiang.
Secara geografis, Air Terjun Sangka Pane terletak pada Desa Pengidam, Kecamatan Bandar Pusaka, Kabupaten Aceh Tamiang, Provinsi Aceh. Untuk mencapai lokasi air terjun ini wisatawan setidaknya harus menempuh jarak sekitar 50 kilometer atau melakukan perjalanan kurang lebih satu jam dari Karang Baru yang merupakan ibukota dari Kabupaten Aceh Tamiang.
Pengunjung disarankan untuk menggunakan kendaraan seperti motor untuk menuju ke lokasi air terjun ini. Karena jika membawa mobil, bisa dipastikan wisatawan akan mengalami kesulitan dalam melalui jalan yang sempit, menanjak, berkelok, serta dipenuhi dengan tikungan tajam. Hal ini memang tak aneh karena lokasi dari Air Terjun Sangka Pane yang tersembunyi tersebut berada dibalik lereng perbukitan.
Terdapat dua jalur yang bisa dipilih wisatawan untuk menuju lokasi air terjun, yang pertama yaitu dengan melalui tangga darurat pada tebing bebatuan yang terbuat dari batang kayu sederhana. Sayangnya, kondisi tangga ini sangat memprihatinkan karena banyak anak tangga yang rusak sehingga berbahaya bagi keselamatan wisatawan.
Jika pengunjung memilih untuk melewati jalur kedua, maka wisatawan harus memutar melewati sungai dengan jarak tempuh yang lebih jauh. Karena itu banyak wisatawan yang lebih memilih untuk menggunakan jalur pertama daripada jalur ini. Perjalanan menuju ke Air Terjun Sangka Pane memang melelahkan, namun perjuangan tersebut akan segera terbayar dengan panorama air terjun yang sungguh menawan.
Pesona Air Terjun Sangka Pane
Ketika wisatawan tiba dilokasi air terjun akan terpampang sebuah panorama air terjun alami dengan derasnya air yang jatuh mengenai bebatuan. Gemericik air seolah mengundang wisatawan untuk segera melompat dan mandi disegarnya air yang berasal dari sumber mata air pegunungan ini.
Air Terjun Sangka Pane ini memiliki beberapa tingkatan air terjun sehingga banyak masyarakat sekitar yang menyebut air terjun ini dengan nama Air Terjun Tujuh Tingkat. Namun sebagian dari pengunjung mengatakan bahwa air terjun ini sebenarnya memiliki 17 tingkatan air terjun bahkan lebih. Hal ini pula yang membuat wisatawan semakin penasaran untuk berkunjung ke tempat wisata di Aceh Tamiang ini.
Setiap tingkatan Air Terjun Sangka Pane memiliki keistimewaan, karakteristik, dan keindahan yang berbeda-beda. Sehingga hal itu yang menjadikan air terjun itu mempunyai keistimewaan tersendiri. Bagi wisatawan yang memiliki jiwa petualang dapat mencari tingkatan demi tingkatan air terjun tersebut serta menghitung sendiri jumlah dari tingkatan air terjun yang ada di tempat wisata ini.
Saat berada dilokasi air terjun wisatawan bisa merasakan suasana alam yang masih lestari, serta dipenuhi dengan rimbunnya pepohonan hijau disekelilingnya. Udara di lokasi air terjun juga sangat sejuk, yang membuat wisatawan akan betah berlama-lama menikmati maha karya Sang Kuasa ini.
Air Terjun Sangka Pane juga dihiasi dengan banyaknya bebatuan yang dapat ditemukan oleh wisatawan. Berbagai batu dengan bentuk dan ukuran yang berbeda seolah menjadi pelengkap keindahan dari air terjun ini. Tak jarang wisatawan memanfaatkan bebatuan tersebut untuk beristirahat, atau sekedar menikmati derasnya air yang membasahi seluruh tubuh.
Pengunjung bisa dengan bebas bermain air atau mandi di air terjun ini. Terdapat sebuah rongga yang ada dibawah air terjun, tempat ini sering digunakan wisatawan untuk merasakan dingin dan segarnya air yang berasal dari pegunungan tersebut. Namun wisatawan disarankan untuk tetap waspada, karena bebatuan di sekitar air terjun yang sangat licin serta terdapat kolam yang cukup dalam.
Akan tetapi, saat berkunjung ke lokasi itu, wisatawan akan sedikit kesulitan mendapatkan fasilitas umum seperti, toilet, kamar mandi, atau mushola untuk beribadah. Untungnya, wisatawan masih bisa menemukan tempat parkir yang berjarak 2 kilometer sebelum tempat wisata. Tempat parkir ini sudah dijaga oleh penduduk setempat, sehingga wisatawan tak perlu takut jika kendaraannya akan hilang.
Di samping itu, akses dan kondisi jalan menuju ke tempat wisata itu juga keadaannya belum cukup baik, sehingga tidak bisa dilalui kendaraan bermotor. Jalanan yang sempit, berliku serta ekstrim memaksa wisatawan berjalan kaki setidaknya 2 kilometer dari tempat parkir. Untuk itu, perlu adanya campur tangan pemerintah dalam membangun infrastruktur ini, karena mengingat potensi wisata Air Terjun Sangka Pane yang cukup besar.
Disekitar lokasi air terjun wisatawan juga akan kesulitan untuk menemukan warung yang menjajakan makanan atau minuman, sehingga wisatawan disarankan membawa perbekalan dahulu sebelum bertolak ke air terjun. Jika wisatawan ingin menginap, dapat menyewa beberapa hotel dan penginapan di Kota Babo yang jaraknya hanya sekitar 8 kilometer dari lokasi air terjun.
Air Terjun Sangka Pane memang memiliki pesona luar biasa yang menjadi daya tarik wisatawan berkunjung ke tempat wisata ini. Terlepas dari minimnya fasilitas yang ada, air terjun ini masih layak untuk dijadikan sebagai destinasi wisata. Berikut beberapa kegiatan yang bisa dilakukan wisatawan ketika berada di air terjun.
4.TAMSAR 27
Tamsar 27 merupakan sebuah sungai kecil di bagian hulu Kabupaten Aceh Tamiang, atau tepatnya di wilayah Desa Bengkelang Kecamatan Bandar Pusaka yang memiliki aliran air yang jernih dan sejuk yang bersumber langsung dari mata air pegunungan. Sepanjang aliran tersebut memiliki kurang lebih 27 tingkatan yang terbuat dari batu alam yang besar.
Keindahan Tamsar 27 membuat siapa pun yang melihat terperangah, sejuknya air yang berwarna kebiruan dengan hiasan pepohonan rimbun di bagian sisi kiri kanan sungai tersebut terlihat bak sebuah lukisan. Wajar jika masyarakat setempat menjulukinya sebagai surga tersembunyi di balik lembah.
Selain tangga air 27 tingkat yang dinilai cukup menakjubkan, keunggulan Tamsar ini juga terletak pada kondisinya yang masih alami dengan ditandai dengan keberadaan orangutan dan ikan sungai yang sudah mulai langka pada aliran air Tamsar itu.
Keindahan dan pesona pemandangan di kawasan itu pun sempat membuat takjub Bupati Aceh Tamiang, Mursil ketika berkunjung langsung ke lokasi itu pada Februari 2019 lalu. Ia bahkan mengku jika dirinya selama ini belum pernah menemui tempat seindah Tamsar 27 di daerah manapun.
Sehingga Mursil pada saat itu menganggap objek ekowisata yang dilihatnya itu dapat dikembangkan sedemikian rupa nantinya, sehingga dapat menambah pendapatan asli daerah (PAD) kabupaten tersebut.
Selain itu, ia menilai lokasi itu bisa menyaingi Bukit Lawang, yang merupakan objek wisata yang terkenal di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, dan selama ini dikenal memiliki daya tarik wisata penangkaran orangutan.
Kendati memiliki pesona dan keindahan yang luar biasa, akses jalan menuju lokasi itu masih sangat buruk. Wisatawan yang hendak berkunjung ke objek wisata tersebut disarankan agar terlebih dahulu menyiapkan seluruh bekal yang cukup, seperti makanan dan minuman. Sebab, di lokasi itu wisatawan nantinya tidak akan dapat menemukan warung ataupun penjual makanan.
Bukan tanpa sebab, jarak pemukiman warga dengan lokasi itu sangatlah jauh, kurang lebih sekitar 10 hingga 15 kilometer. Jarak itu belum seberapa jika dibandingkan dengan total jarak keseluruhan dari pusat ibu kota kabupaten Aceh Tamiang, yakni Karang Baru menuju lokasi wisata Tamsar 27.
Untuk tiba di lokasi, wisatawan harus menempuh sekitar 1 jam perjalanan dari Pekan Pulau Tiga, Kecamatan Tamiang Hulu. Setelah itu, wisatawan akan kembali menempuh perjalanan melalui rute yang menanjak tinggi dan berbelok tajam sekitar 1 jam, atau total jarak keseluruhan dari pusat ibu kota Kabupaten Aceh Tamiang, Karang Baru ke Tamsar 27 sekitar 51 kilometer.
Saat ini, objek wisata tersebut terlihat mulai di buka dan di kelola oleh masyarakat desa setempat dengan membuat kelompok sadar wisata (Pokdarwis). Demi menarik minat wisata, mereka melakukan pembukaan jalan menuju lokasi wisata dengan cara swadaya.
5.Istana Karang
Kabupaten Aceh Tamiang merupakan salah satu daerah yang ada di Provinsi Aceh. Berdasarkan sejarah, Tamiang sendiri pada awalnya adalah merupakan satu kerajaan yang pernah mencapai puncak kejayaan dibawah pimpinan seorang Raja Muda Sedia yang memerintah selama tahun 1330 – 1366 M.
Selain itu, dari hasil sejarah juga menjelaskan bahwa, pada masa pemerintahan kerajaan itu, Tamiang pernah terpecah dua hingga menjadi dua kerajaan, yakni Kerajaan Karang dan Kerajaan Benua Tunu. Tapi kedua kerajaan itu tetap tunduk pada Negeri Karang.
Dari sisa sejarah tersebut, ada beberapa peninggalan sejarah pada masa kerajaan, salah satunya Istana Karang. Lokasinya terletak di Desa Tanjung Karang, Kecamatan Karang Baru Kabupaten Aceh Tamiang, tepatnya di jalan lintas Provinsi.
Istana Karang sendiri merupakan istana peninggalan Kerajaan Karang di Aceh Tamiang. Meskipun namanya istana karang. Namun demikian, kontruksi bangunannya istana tersebut terlihat seperti bangunan khas belanda, dan terbuat dari beton, bukan terbuat dari batu karang. Selain itu, bangunannya pun tidak terlihat sedikit pun ciri khas bangunan seperti istana raja di Aceh pada umumnya.
Mungkin hal ini disebabkan pembangunan istana ini dilakukan pada saat Kerajaan Karang sudah mendapat pengaruh kebudayaan dari pihak Belanda.
Meskipun demikian, pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang sendiri saat ini berencana akan melakukan pemugaran kembali tempat itu, dan nantinya juga akan dijadikan museum sejarah serta akan dijadikan sebagai ikon wisata di kabupaten itu.
Bahkan, pemerintah daerah itu melalui Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga pun saat ini telah menetapkan tempat itu sebagai situs cagar budaya. Meskipun telah dijadikan sebagai situs cagar budaya, akan tetapi kondisi bangunan Istana Karang ini sendiri cukup memprihatinkan saat ini.
Untuk diketahui, Istana ini dulunya adalah istana dari raja-raja Kerajaan Karang, salah satu kerajaan yang pernah berkuasa di Aceh Tamiang.
Sebelumnya bangunan istana tersebut milik ahli waris Raja Karang, kemudian beralih kepemilikan kepada PT Pertamina. Saat itulah bangunan itu terbengkalai, sekitar 1999 lalu ledakan terjadi pada pengeboran minyak oleh perusahaan plat merah tersebut.
Akibat kejadian blow out perusahaan melakukan pembayaran ganti rugi bagi masyarakat yang terdampak. Termasuk ahli waris (keluarga) dari Raja Karang melakukan ganti rugi lahan dan bangunan tersebut, sehingga akhirnya areal serta bangunan Istana Karang menjadi aset milik PT Pertamina (Persero).
Bila bangunan istana tersebut dibiarkan tanpa ada yang mengurus. Peninggalan bersejarah ini akan hilang. Atas dasar melestarikan jejak sejarah. Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang mencoba mengambil alih agar dapat dikelola oleh pemerintah setempat.
Saat Kabupaten Aceh Tamiang dijabat Bupati Hamdan Sati mencoba untuk mengambil alih Istana Karang ini agar bisa dikelola pemerintah daerah. Bahkan upaya ini sempat membuahkan hasil dan Pertamina telah memberikan lampu hijau. Dengan catatan Pemkab Aceh Tamiang membayar kompensasi (ganti rugi) secara bertahap yang disebut-sebut nilainya mencapai milyaran rupiah.
Langkah itu sudah ditempuh Pemkab Aceh Tamiang, untuk peralihan aset Istana Karang tersebut nantinya dianggarkan pertahun melalui dana APBK. Tapi dalam perjalanannya upaya ini gagal karena dana dimaksud tidak dianggarkan sehingga sampai sekarang Istana Karang masih menjadi aset milik PT Pertamina (Persero).
Perjuangan panjang Pemkab Aceh Tamiang untuk mengambil alih pengelolaannya, untuk melestarikan peninggalan sejarah kerajaan Melayu di Aceh Tamiang telah membuahkan hasil.
Pada Kamis, 27 Agustus 2020 lalu, PT Pertamina (Persero) sudah menyerahkan pengelolaan fisik aset tanah dan bangunan kepada Pemkab Aceh Tamiang untuk merawat situs bersejarah tersebut.
6.Bukit Kerang
Selain objek wisata bahari, Kabupaten Aceh Tamiang Provinsi Aceh juga memiliki satu peninggalan sejarah purba kala yang mempunyai potensi besar di jadikan wisata edukasi. Tempat tersebut ialah Bukit Kerang.
Terletak di tengah areal perkebunan sawit Desa Masjid, Kecamatan Bendahara, Kabupaten Aceh Tamiang. Situs tersebut memiliki luas 25 meter x 20 meter dengan ketinggian gundukan kulit kerang 4,5 m. Luas lahan situs ini kurang lebih 36 x 31 m2.
Suasana di lokasi cagar budaya Bukit Kerang itu tidak seramai objek wisata biasa, bahkan terlihat cukup sunyi. Namun, tidak sedikit wisatawan yang datang, khususnya pelajar, mahasiswa berkunjung ke lokasi tersebut untuk melakukan penelitian tentang tempat itu.
Jarak dari pusat pemerintahan ke lokasi kurang lebih berjarak 23 kilometer, atau sekitar 50 menit perjalanan untuk tiba di Kecamatan Bendahara. Tapi tidak mudah untuk tiba di tempat itu. Selain lokasinya berada di tengah-tengah perkebunan kelapa sawit. Kondisi jalan menuju lokasi itu pun cukup memprihatinkan. Hanya berupa tanah keras bercampur batu kerikil.
Belum lagi kondisi dari jalan raya menuju ke tumpukan kerang tersebut, yang harus menyeberangi parit selebar kurang lebih tiga meter, dan hanya menggunakan balok kayu selebar kaki orang dewasa sebagai jembatannya.
Situs cagar budaya itu terlihat tidak terawat. Sebagian pagar pembatas Bukit Kerang sudah jebol, sementara bagian yang masih utuh terlihat lusuh. Kesan tidak terawat semakin kuat saat melihat rumput-rumput liar yang tumbuh di situ. Bahkan di samping gundukan tumbuhan sejenis sirih, yang menutupi sebagian tumpukan kulit kerang.
Arkeolog Aceh sekaligus dosen Universitas Syiah Kuala, Husaini Ibrahim saat di hubungi Gpriority beberapa waktu lalu menjelaskan bahwa, tumpukan kulit kerang (moluska) yang berada di Kecamatan Bendahara, Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh tersebut sebenarnya merupakan sampah dapur dari manusia purba, dalam bahasa Belanda sampah dapur itu disebut kjjokenmordinger.
Adanya sampah moluska itu, kata Husaini, menjadi petunjuk bahwa ada peradaban manusia purba di wilayah Aceh pada masa itu.
Menurutnya, berdasarkan penelitian, sekitar enam ribu hingga 10 ribu tahun lalu manusia prasejarah datang ke Aceh Tamiang. Mereka mendiami wilayah pantai timur Sumatera.
“Dan moluska sendiri adalah bahan makanan termudah yang bisa ditemukan di sana. Dan pada masa itu manusianya masih hidup berpindah pindah (nomaden),” kata Husaini.
Bukit kerang semacam itu, kata Husaini bukan hanya terdapat di Desa Mesjid Kecamatan Bendahara saja, tetapi juga ditemukan di Desa Pangkalan, Kecamatan Kejuruan Muda, Aceh Tamiang, yang dinamakan Bukit Remis.
“Terdapat perbedaan sampah moluska yang terdapat di Kecamatan Bendahara dan Desa Pangkalan. Kulit moluska yang terdapat di Bendahara lebih tebal dibandingkan dengan yang ada di Pangkalan. Hal ini dapat disebabkan pengaruh iklim, dan perbedaan air. Jika di Pangkalan, moluska air tawar,” ujarnya.
Sebenarnya, sampah prasejarah jenis itu juga pernah ditemukan di sepanjang pesisir pantai, tetapi sampah-sampah purba itu akhirnya habis. Hanya di Aceh Tamiang saja yang tersisa. Sedangkan di daerah lain di Aceh sudah hilang akibat tergusur oleh bangunan dan sebab lainnya. “Di Langsa hingga Lhokseumawe pernah ditemukan. Bahkan di Lhokseumawe sendiri pernah ditemukan kapak Sumatera,” lanjutnya.
Penelitian tentang kedua situs bukit kerang itu sudah dilakukan oleh arkeolog luar negeri sejak zaman penjajahan Belanda.
Jumlah kerang yang ada di situs Bukit Kerang, lanjut Husaini, sudah banyak berkurang. Salah satu penyebabnya adalah masyarakat mengambilnya untuk digunakan sebagai bahan baku kapur.
“Perlu upaya turun tanah pemerintah dalam mempertahankan dan menjaga cagar budaya yang sangat berharga ini. Jika tidak, lambat waktu situs ini akan hilang. Sebenarnya Aceh wajib bangga masih memiliki situs prasejarah ini. Sebab yang masih utuh situs seperti ini hanya ada di Perancis dan Malaysia,” kata dia.
Dia berharap agar situs ini disosialisasikan atau diperkenalkan kepada anak sekolah dan guru sejarah, agar mereka menjadi lebih faham.
“Karena situs itu mempunyai nilai penting, sejarah, ilmu, pariwisata, dan banyak hal hal yang bisa diambil. Sehingga keberadaannya tidak hilang di telan masa. Sebab cagar ini bisa rusak karena alam, bisa rusak karena tangan manusia. Jadi prinsipnya harus dilindungi sesuai dengan perintah undangan undangan nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya,” ujarnya.
Sementara, Kepala Seksi Cagar Budaya Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Aceh Tamiang, Elridawati mengatakan, di Kabupaten Aceh Tamiang terdapat 40 situs sejarah. Mulai dari makam hingga bangunan. “Salah satu situs itu adalah bukit kerang yang ada di Desa Mesjid dan Pangkalan,” katanya.
Sebagian situs yang ada itu berdiri di atas lahan milik perorangan atau warga, sehingga cukup sulit untuk dilakukan pembangunan dan renovasi pada situs.
“Jadi pemerintah belum dapat untuk melakukan pembangunan keseluruhan agar situs tersebut tetap terjaga dan terawat. Terkecuali pihak pemilik tanah mau menghibahkan tanah yang terdapat situs tersebut kepada pemerintah,” ujarnya.
Erlida juga tidak menampik bahwa kondisi pagar dan di sekitar kawasan Bukit Kerang sudah banyak yang rusak. Tetapi pihaknya telah berencana untuk melakukan pemugaran atau renovasi pada tahun depan.
Pihaknya juga mengaku berkomitmen untuk menjaga dan merawat situs situs yang ada di Kabupaten Aceh Tamiang. Sebab situs yang ada tersebut merupakan bukti peninggalan sejarah yang harus terus dilestarikan, sebagai pembelajaran untuk anak cucu ke depan.
“Terhadap semua situs yang ada, pemerintah daerah akan terus menjaga dan mengawasi agar tidak rusak. Meskipun saat ini masih terkendala dengan kepemilikan. Dan setiap tahunnya pihak dinas terus melakukan registrasi tersebut. Memastikan situs itu tidak hilang,” tambahnya.
Itulah ulasan Enam objek wisata di Kabupaten Aceh Tamiang yang berpotensi besar untuk dijadikan sebagai objek wisata unggulan di kabupaten tersebut.(Zul)