Peti kemas, atau yang lebih dikenal dengan kontainer, kini tak hanya digunakan sebagai media pengangkut barang logistik. Di tangan para arsitek dan desainer handal, kontainer bekas yang semula tak mempunyai nilai, kini justru dapat menjadi alternatif arsitektur untuk kantor, restoran, hingga hunian rumah.
Melirik adanya peluang dan pemanfaatan fungsi dari kontainer bekas, Container Jakarta sebagai salah satu perusahaan jasa di bidang arsitektur–khususnya arsitektur kontainer–telah mengenalkan alternatif arsitektur ini sejak 2010. Berawal dari hanya membuat desain dengan konsep 1 unit kontainer, sejak 2014 hingga kini, Container Jakarta sudah berkembang dengan konsep arsitektur yang lebih unik dan mengarah ke satu bangunan.
Container Custom Design, Container Architechture, & Concept Lukas Ricky mengatakan bahwa kontainer memiliki keunggulannya tersendiri. Dibanding bangunan konvensional, pengerjaan bangunan dengan kontainer dapat mengehmat waktu karena proses pengerjaannya yang lebih cepat. Tak hanya itu, menurut Lukas, bangunan dengan pondasi kontainer dirasa lebih fleksibel. “Bentuknya yang unik, bisa dimainkan secara arsitektur yang enak dilihat seperti apa,” imbuhnya.
Pemanfaatan Bahan Baku
Pada dasarnya, kontainer mempunyai masa pakai. Memiliki pengalaman kurang lebih 13 tahun dalam bidang kontainer dan pelayaran sebelumnya, Lukas mengatakan bahwa rata-rata 1 unit kontainer hanya memiliki usia layak pakai sekitar 10 tahun. Sedangkan, kontainer yang sudah melewati masa pakai jumlahnya terus meningkat dari seluruh dunia. Tak hanya berkisar 1000 hingga 2000 unit, namun menurut Lukas, angkanya kini sudah mencapai jutaan kontainer.
“Itu kalo di produksi tahun sekian, masuk sepuluh tahun, dibuang, akan menumpuk. Jadi yah ini pemanfaatannya,” ungkap Lukas. Namun, Lukas menegaskan bahwa ia tak bisa asal memilih kontainer. “Kontainer sendiri kan bekas dipake barang, muatannya macem-macem, nah itu kita harus memilih. Milih mana yang masih baik, mana yang masih ‘bersih’,” lugasnya.
Untuk bahan baku kontainer, Lukas mengaku lebih memilih kontainer yang berasal dari pelayaran Internasional dibanding lokal. Alasannya, kontainer dari pelayaran lokal memiliki standar perawatan yang lebih terjaga dan sifatnya teratur. “Karena biaya maintanance itu kan lumayan tinggi, mungkin mereka menguarangi cost. Makanya kontainer lokal itu kebanyakan kondisinya di bawah standar,” paparnya.
Unik dan Tahan Gempa
“Kita coba memberikan apa yang belum ada di Indonesia,” ungkap Lukas. Terinspirasi dari arsitektur kontainer yang ada di Eropa, Container Jakarta juga memiliki konsep desain tersendiri untuk masing-masing kebutuhan customer. Untuk desain arsitektur bangunan kantor, Lukas menyatakan bahwa ia dan tim lebih mengutamakan pada kenyamanan interior. Kenyamanan tersebut terutaman pada hal sirkulasi udara.
“Sirkulasinya (harus) cukup, karena orang itu ada di dalam ruangan terus untuk kerja,” ujarnya. Biasanya, Lukas dan tim menggunakan peredam panas yang benar-benar memadai. Selain itu kontainer juga dilapisi dengan semen board, alumunium komposit panel, dan melamim.
Sementara itu, untuk desain restoran atau kedai, konsep desain tersebut mengikuti tujuan atau fungsinya. “Kalo (untuk) restoran sendiri, kita lihat fungsinya. Itu dia fungsinya apakah sebagai dapur, atau hanya sebagai tempat kios untuk jualan,” ungkapnya. Peredam yang dipakai juga menyesuaikan lokasi, baik itu di dalam atau luar ruangan. Pemakaian peredam juga tak sebanyak untuk desain kantor dan rumah. “kalau dia langsung (ter)ekspos sinar matahari, kita pakai peredam. Tergantung lokasi dan kebutuhan,” ujarnya. Tak hanya itu, untuk restoran dengan dapur dan ruang makan, ditambah dengan penggunaan eksospen–dari eksospen yang sifatnya rumahan sampai eksospen yang sifatnya industrial.
Selama proses pembuatannya, Container Jakarta juga berkolaborasi dengan arsitek-arsitek di luar perusahaannya. “Jadi bentuknya kerjasama, kerjasamanya mereka lebih concern ke keindahan bangunan, kita lebih ke kontainernya. Jadi memadukan antara internal yang kita kuasai dengan (desain interior) arsiteknya,” jelas Lukas. Menurutnya, arsitek-arsitek yang mampu menguasai desai bangunan kontainer dirasa masih cukup jarang.
Tak hanya memperhatikan desain, Lukas dan tim juga menyadari pentingnya standarisasi keamanan pada bangunan dengan arsitektur kontainer ini. Untuk itu, dalam pemilihan bahan baku, ia memilih kontainer bekas yang masih memiliki kondisi 70% ke atas. Selain itu, bahan dasar kontainer yang merupakan besi baja, rupanya rentan terhadap sengatan aliran listrik.
“Listrik itu memang sesuatu yang sensitif juga dengan kontainer,” lugas Lukas. Untuk itu, Container Jakarta benar-benar memperhatikan keamanan kontainernya. Demi menghindari adanya senagtan listrik, Container Jakarta menggunakan Pipa Conduit untuk membungkus rapi kabel-kabel listrik yang terpasang di kontainer. Lukas juga menyebuutkan bahwa kontainer ini adalah alternatif pilihan arsitektur bangunan yang tahan gempa. “Kontainer itu karena bentuknya satu kesatuan, jadi kalau jatuh, bentuknya akan seperti itu. Tapi tidak merusak dan (runtuh) hingga hancur seperti itu. Karena ya itulah kekuatannya kontainer. Ngga mungkin dia hancur luluh lantah seperti bangunan (konvensional),” paparnya.
Dengan segala keunggulan dari arsitektur kontainer ini, sayangnya, di Indonesia hingga kini masih belum ada perundang-undangan atau peraturan yang jelas terkait status perizinan bangunan. “Belum ada aturan jelas terkait aturan perizinan bangunan dengan bahan dasar kontainer. Soalnya ini sifatnya (masih) bangunnan sementara,” pungkas Lukas. (RA)