Apkasi Temui Menteri ATR BPN Terkait Penataan Ruang

Sebagai kepala daerah, merekalah yang mengetahui mengenai kondisi geografis wilayah yang dipimpinnya. Atas dasar alasan tersebut, Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) pada Kamis (21/1/2021) mendatangi Kantor Kementerian ATR/BPN untuk menemui Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sofyan Djalil.

Dijelaskan oleh Ketua Umum Apkasi Abdullah Azwar Anas dalam siaran persnya yang dikirim secara tertulis pada Kamis sore (21/1), “ Adapun maksud dan tujuan rombongan dari wadah asosiasi para bupati se-Indonesia ini ke Kementerian ATR/BPN untuk menyampaikan sejumlah masukan terhadap rancangan peraturan pemerintah (RPP) Penyelenggaraan Penataan Ruang sebagai aturan pelaksana UU 11/2020 tentang Cipta Kerja.

Lebih lanjut dikatakan oleh Azwar Anas yang juga menjabat sebagai Bupati Banyuwangi, Apkasi mencatat ada sejumlah masukan yang perlu diakomodasi dalam RPP Penyelenggaraan Penataan Ruang. Pertama, penguatan peran pemerintah daerah. Apkasi pada prinsipnya mendukung kebijakan penataan ruang terintegrasi yang diatur pemerintah pusat, tapi jangan sampai mengabaikan aspirasi pemerintah daerah yang sejatinya lebih memahami kondisi daerah, termasuk aspek sosial-ekonominya.

”Oleh karena itu, para bupati ingin agar peran pemda diperkuat termasuk di dalam Forum Penataan Ruang. Karena forum itu bisa menjadi semacam pelapis yang bukan hanya bicara ekonomi dari aspek pelaku usaha semata, tapi juga kepentingan sosial-ekonomi warga,” ujar Azwar Anas.

Penguatan peran pemda itu juga nantinya bisa mengantisipasi berbagai penyalahgunaan HGU yang dimiliki pribadi dalam jumlah besar. ”Selama ini ada HGU yang di-KSO-kan dengan pihak ketiga, lalu pengelolaannya menyalahi tata ruang, sehingga bisa berdampak pada bencana,” ujarnya.

Masukan kedua yang disampaikan Apkasi adalah soal Rencana Detil Tata Ruang (RDTR). Bupati Tangerang Ahmed Zaki Iskandar yang turut hadir dalam pertemuan tersebut mengatakan, Apkasi meminta pemerintah pusat untuk memberi ruang lebih bagi pemerintah daerah dalam RDTR.

”Mengingat bahwa masih banyak kabupaten belum memiliki RDTR secara keseluruhan dan untuk penyusunan RDTR diperlukan waktu serta anggaran, meskipun ditetapkan melalui Peraturan Bupati maka disarankan agar pemberlakuan penetapan RDTR melalui Peraturan Presiden dapat ditunda 2 atau 3 tahun,” jelas Zaki.

Apkasi juga menyoroti masih adanya tumpang tindih antar-RPP aturan pelaksana UU Cipta Kerja terutama dalam RPP Penataan Ruang dan RPP Penyelenggaraan Perizinan Berusaha di Daerah. Dalam RPP Penataan Ruang disebutkan bahwa RDTR akan ditetapkan dengan Perpres jika kepala daerah belum menetapkannya sesuai batas waktu yang telah ditentukan.

Sedangkan dalam RPP Penyelenggaraan Perizinan Berusaha di Daerah disebutkan, jika daerah belum menyediakan RDTR dengan Perkada, maka daerah dapat menerbitkan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang.

“Terkait dua pasal pada dua RPP tersebut kami mengusulkan pada RPP Penataan Ruang agar pemberlakuan penetapan RDTR melalui Perpres dapat ditunda, sedangkan RPP Penyelenggaraan Perizinan berusaha di Daerah dapat tetap dilaksanakan,” imbuh Bupati Bogor Ade Yasin.

Anas menambahkan, pemerintah pusat juga perlu memberi insentif bagi daerah yang mampu mempertahankan atau bahkan menambah luasan ruang terbuka hijau (RTH) di atas 30 persen.

“Insentif ini bisa dimasukkan di RPP Penataan Ruang agar luasan RTH bisa dijaga dan ditambah. Insentif bisa digunakan daerah untuk menambah RTH baru,” tutup Azwar Anas. (Hs)