Jakarta, GPriority.co.id – Asdeksi (Asosiasi Sekretaris DPRD Kab/Kota Seluruh Indonesia), menggelar workshop nasional jelang Pilkada serentak 2024.
Pada workshop nasional kali ini, Asdeksi mengambil topik “Strategi Penatausahaan dan Penyusunan Laporan Keuangan Pilkada Serentak 2024, Serta Kiat Memahami Pemeriksaan BPK Atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Pada Sekretariat DPRD”.
Workshop nasional ini digelar di Hotel Four Points Makassar pada 7-10 November 2024. Dalam kesempatan tersebut, Ketua Asdeksi, Aris Wibawa, mengimbau agar para ASN dapat berhati-hati menyampaikan pesan politik pada media sosialnya.
“Hati-hati dengan WA kita kalau kita mendukung. Terlebih jika ada ancaman nanti diturunkan eselonnya apabila tidak mendukung,” ujarnya.
Disamping memberikan sambutan, Aris juga turut membuka acara workshop nasional yang dihadiri oleh Sekwan di seluruh kota/kabupaten Indonesia dan para jajarannya.
“Gunakan waktu sebaik-baiknya, cari ilmu sebanyak-banyaknya. Dengan mengucap bismillahirrahmanirrahim, workshop nasional ‘Strategi Penatausahaan dan Penyusunan Laporan Keuangan Pilkada Serentak 2024, Serta Kiat Memahami Pemeriksaan BPK Atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Pada Sekretariat DPRD’, pagi ini saya nyatakan dibuka dan dimulai,” tuturnya.
Selanjutnya, agenda workshop nasional ini juga dibuka oleh Suhajar Diantoro, selaku Sekretaris Jenderal Kemendagri. Suhajar menjelaskan terkait schedule Pilkada serentak 2024.
“Kita sudah buat rangkaian schedulenya. Apabila Pilkada serentak 27 November, maka diperkirakan pengumuman rekapitulasi suara oleh KPU itu tanggal 16 Desember. Setelah KPU mengumumkan pemenang, paslon diberi waktu 3 hari untuk menyanggah hasil Pilkada. Kemudian 7 Januari Mahkamah Konstitusi akan mengirim berita kepada Ketua KPU Pusat tentang daerah-daerah yang ada sanggahan sengketa hasil Pilkada,” jelasnya.
Pemilu Berintegritas Jadi Upaya Cegah Kasus Pelanggaran Pilkada Serentak 2024
Suhajar menjelaskan jika ada beberapa poin yang menjadi pra syarat pemilu berintegritas. Diantaranya seperti penyelenggara yang kompeten dan berintegritas.
Kemudian regulasinya juga harus jelas dan tegas, birokrasi yang netral, peserta pemilu yang taat aturan dan transparansi dalam pendanaan Pilkada, serta pemilih yang cerdas dan partisipatif.
Hal tersebut tentu salah satunya untuk menghindari pelanggaran kasus netralitas ASN seperti yang terjadi pada Pemilu 2019 dan Pilkada 2020. Bahkan kasus tersebut divonis bersalah oleh pengadilan.
Suhajar mengatakan, beberapa kasus pelanggaran yang terjadi pada Pemilu 2019 dan Pilkada 2020, diantaranya yaitu memberikan sambutan dengan mengajak masyarakat hadir dalam kegiatan kampanye salah satu Caleg DPR RI.
“Kasus ini diberi vonis penjara selama 2 bulan dan denda Rp2 juta subsider 2 bulan kurungan. Ada juga yang turut serta dengan sengaja melanggar larangan pelaksanaan kampanye di tempat pendidikan. Maka divonis pidana penjara selama 3 bulan dan denda Rp3 juta, subside 1 bulan kurungan,” ungkap Suhajar.
Kasus lain yang terjadi yaitu meneruskan pesan ke grup WhatsApp berupa program strategis paslon bupati dan wakil bupati, yang divonis pidana denda sebesar Rp3 juta.
Terakhir yaitu mengajak masyarakat memilih calon bupati tertentu saat membagikan bantuan beras PKH, dengan vonis pidana penjara selama 2 bulan dan denda sebesar Rp4 juta.
Foto : GPriority/Nindya Farhah Azzahrah