Bulan Muharram merupakan bulan yang selalu diperingati oleh umat muslim sebagai tahun baru Islam. Pada tahun ini 1 Muharam 1443 H berdasarkan penanggalan kalender Masehi jatuh pada tanggal 10 Agustus 2021.
Namun dikarenakan Covid-19 tanggal tersebut tidak ditetap kan menjadi tanggal merah oleh pemerintah, melainkan diganti menjadi tanggal 11 Agustus 2021.
Hal tersebut berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama, Ketenagakerjaan, Pendayagunaan Aparatur Negara, dan Reformasi Biokrasi Republik Indonesia Nomor 712, 1, dan 2 Tahun 2021 tentang Penetapan Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama Tahun 2021.
Muharram berasal dari kata haram yang artinya suci atau terlarang. Dinamakan Muharram, karena sejak zaman dulu, pada bulan ini dilarang berperang dan membunuh, hal tersebut juga berlaku hingga masa Islam.
Banyak peristiwa penting yang terjadi saat bulan Muharram, mulai dari masa nabi terdahulu hingga masa Islam. Beberapa peristiwa penting pada bulan Muharram sebelum masa Nabi Muhammad SAW sebagai berikut:
1. Nabi Adam as bertaubat kepada Allah dan Allah menerima taubatnya.
2. Kapal Nabi Nuh as berlabuh di bukit Zuhdi setelah banjir dahsyat yang menenggelamkan mayoritas penduduk bumi saat itu.
3. Selamatnya Nabi Ibrahim as dari siksaan api Raja Namrud.
4. Nabi Yusuf as bebas dari penjara Mesir.
5. Keluarnya Nabi Yunus as dari perut ikan dengan selamat.
6. Allah menyembuhkan Nabi Ayyub as dari penyakitnya.
7. Allah menyelamatkan Nabi Musa as dan menenggelamkan Fir’aun.
Sedangkan peristiwa penting pada bulan Muharram yang terjadi masa Islam antara lain sebagai berikut:
1. Pada Muharram 1 H, muncul tekad hijrah ke Madinah setelah pada Dzulhijjah terjadi Baiat Aqabah II.
2. Pada Muharram 7 H, terjadi perang Khaibar. Kaum muslimin menang dengan gemilang.
3. Pada 1 Muharram 24 H, Umar bin Khattab dimakamkan setelah syahid dibunuh oleh Abu Lu’lu’ah seorang Majusi.
4. Pada 10 Muharram 61 H, terjadi musibah besar. Husain, cucu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dan keluarganya dibunuh di Karbala.
Disamping banyaknya peristiwa penting mulai dari kebahagiaan hingga kesedihan, Muharram yang berupakan bulan yang mulia di sisi Allah SWT ini juga memiliki keutaman, diantaranya:
1. Bulan Haram
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Q.S. At-Taubah ayat 36 :
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.”
Empat bulan haram yang dimaksud adalah bulan Dzulqidah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab. Bulan Haram adalah bulan yang dimuliakan oleh Allah SWT. Bulan-bulan ini menjadi bulan pilihan yang memiliki kesucian. Dimana pada bulan ini kaum muslimin dilarang berperang, kecuali terpaksa jika diserang oleh kaum kafir. Kaum muslimin juga diingatkan agar lebih menjauhi perbuatan yang menimbulkan dosa dan maksiat pada bulan haram.
2. Bulan Allah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa pada syahrullah (bulan Allah) yaitu Muharram. Sementara shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat malam.” (HR. Muslim)
3. Puasa Tasu’a dan Asyura
Kemuliaan ketiga dari bulan ini adalah, disunnahkannya puasa Tasu’a pada 9 Muharram dan Asyura pada 10 Muharram. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:“Puasa yang paling utama setelah puasa Ramadhan adalah (berpuasa) di bulan Allah, Muharam.” (HR. Muslim).
Secara khusus, Nabi Muhammad SAW menyebutkan keutamaan puasa Asyura yaitu dapat menghapus dosa setahun yang lalu. Rasulullah ditanya mengenai puasa asyura, beliau menjawab, “ia bisa menghapus dosa setahun yang lalu.” (HR. Muslim)
Sedangkan mengenai puasa Tasu’a, Rasulullah bermaksud untuk menjalankannya, meskipun beliau tidak sempat menunaikan karena wafat sebelum Muharam tiba. Lalu para sahabatnya menjalankan puasa tasu’a seperti keinginan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
“Apabila tahun depan (kita masih diberi umur panjang), kita akan berpuasa pada hari Tasu’a (kesembilan).” (HR. As-Suyuthi dari Ibnu Abbas, dishahihkan Al Albani dalam Shahihul Jami’).(Dwi)