
“ Goro-goro:Bhineka Keramik” merupakan judul yang diangkat oleh Butet Kartaredjasa ketika menggelar pameran tunggal seni rupanya di Galeri Nasional, Gambir, Jakarta Pusat pada 30 November hingga 12 Desember 2017.
Kata ‘goro-goro’ dimaknai sebagai kekacauan, huru-hara, atau keributan. Sedangkan ‘bhinneka’ lebih merujuk kepada keberagaman yang ada di Indonesia. Sehingga, “Goro-goro Bhinneka Keramik” mencoba untuk memperlihatkan kecenderungan keberagaman yang justru menimbulkan kekacauan di Tanah Air. Kekacauan tersebut dinarasikan lewat keramik-keramik Butet dengan berbagai bentuk, yang menjadi sebuah kritik pada persoalan keberagaman yang kini kerap muncul.
Pameran sendiri dibuka oleh Pramono Anung pada kamis (30/11) malam, dilanjutkan dengan hiburan dari Soimah Pancawati, Idang Rasidi dan Djaduk Ferianto. Usai acara pembukaan, para tamu undangan diajak untuk melihat 138 karya seni rupa berbahan keramik. Ketika dimintai keterangan seputar pamerannya, Butet mengatakan bahwa karya-karya seperti lukisan di atas keramik berbentuk persegi,oval, piring, lempengan yang tak beraturan,potongan visual keramik yang ditata menjadi kolase serta karya yang lain dibuat olehnya dalam kurun waktu tiga tahun.
Karya rupa berbahan keramik tersebut merupakan respon Butet terhadap berbagai masalah sosial,politik, budaya, keagamaan, refleksi atau kontemplasi personal mengenai tokoh-tokoh besar seperti Gus Dur, Jokowi, Budha maupun sosok Yesus Kristus, potret diri sang seniman sendiri, figur wajah manusia, gambar gunung dalam nuansa montase, tokoh punakawan dalam cerita perwayangan jawa, fragmen ornamental serta dekoratif, ungkapan peribahasa, dan lain sebagainya.
“ Hasil karya saya ini merupakan Kebhinnekaan, karena memuat semua rupa perkara yang lazim ditemui di Indonesia,” ucapnya.
Wicaksono Adi selaku kurator pada pameran “Goro-goro Bhinneka Keramik” ini mengatakan, dalam seni-budaya, kritik adalah bagian penting dalam kreativitas. Ketika sikap kritikal hilang, maka kreativitas seni juga akan mati.
Beliau juga mengatakan bahwa karya-karya Butet seperti membaca kritik melalui seni yang bebas dari rasa tersinggung dan pesimistis. “ Butet mengajak kita untuk menertawakan kekacauan yang terjadi dan menganggapnya sebagai tantangan untuk tidak pernah kapok menjadi Indonesia,”tutupnya.(HS.Foto:HS)