Harga Rokok Tembus Rp50 Ribu Sebungkus, Perokok Makin Boncos!

Jakarta, GPriority.co.id – Harga rokok terus melonjak dari tahun ke tahun. Bahkan beberapa produk rokok telah menembus harga Rp50 ribu per bungkus.

Kabarnya, harga rokok akan terus meningkat dari waktu ke waktu. Ternyata, kenaikan harga rokok merupakan salah satu strategi pemerintah untuk menekan jumlah perokok di Indonesia.

Harga rokok mengalami kenaikan karena dipicu oleh naiknya harga cukai yang juga naik.

Dalam jangka panjang, pemerintah menargetkan penurunan prevalensi perokok usia 21 tahun ke bawah pada tahun 2025 hingga 2029.

Menaikkan cukai rokok menjadi salah satu strategi, mengingat rokok dinilai masih terlalu murah.

“Urgensi menaikkan cukai ini kan untuk mencegah kemudahan masyarakat mendapatkan rokok. Rokok batangan menjadi harga rokok yang masih terlalu murah di Indonesia,” ujar Benget Saragih, Tim Kerja Pengendalian Penyakit Akibat Tembakau Kemenkes RI, seperti dikutip dari Antara.

Senada dengan Benget, Kepala Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI), Abdillah Ahsan, mengatakan jika saat ini adalah waktu terbaik untuk menaikkan harga rokok. Alasannya, karena daya beli masyarakat sedang melemah.

“Kondisi perekonomian dan daya beli masyarakat yang rendah merupakan waktu yang ideal untuk meningkatkan harga jual rokok, agar konsumsi rokok menurun. Ini sebenarnya tujuan naiknya tarif cukai,” ujar Ahsan.

Sementara itu, negara-negara lain juga melakukan beberapa kebijakan untuk menekan angka perokok di negaranya.

Seperti di Australia yang menetapkan sejumlah aturan ketat soal peredaran dan konsumsi rokok. Bahkan ada juga iklan tentang larangan merokok di negara kangguru tersebut. Produk rokok juga harus polos, dan harga rokok juga dibuat mahal.

Sementara Selandia Baru dan Ceko menerapkan regulasi untuk mengurangi bahaya rokok. Sedangkan Meksiko, melarang perokok untuk merokok di tempat umum.

Begitupun dengan Prancis yang menerapkan Undang-Undang rokok dan berencana menurunkan tingkat konsumsi rokok menjadi hanya 5% pada tahun 2030.

Foto : Ilustrasi / Freepik