Jakarta, GPriority.co.id – Beberapa waktu lalu, viral curhatan seorang guru SMP di Indonesia yang mengeluh karena beberapa muridnya tak bisa membaca. Mirisnya, mereka juga tak peduli dengan tugas atau PR yang diberikan gurunya.
Sebelumnya, ada juga seorang guru SMP yang mengakui jika puluhan muridnya tak bisa membaca. Hingga beberapa guru secara sukarela meluangkan waktunya untuk mengajari murid mereka untuk bisa membaca, sepulang sekolah.
Hal ini dikaitkan dengan Kurikulum Merdeka yang kabarnya menghapus sebagian sistem.
Dalam Kurikulum Merdeka, tak ada lagi siswa yang tinggal kelas. Dalam kata lain, semua siswa akan naik kelas, terlepas dari kemampuan belajar mereka.
Doni Koesoema, seorang pemerhati pendidikan, juga turut menyoroti hal ini. Doni mengatakan, kebijakan semua siswa akan naik kelas dalam Kurikulum Merdeka, justru dinilai terlalu memanjakan siswa.
Pada akhirnya, siswa tak lagi memiliki rasa disiplin, bahkan hilang rasa motivasi untuk belajar karena bisa naik kelas tanpa hambatan.
Adapun dalam Kurikulum Merdeka ada 5 sistem yang dihapus. Diantaranya sistem tinggal kelas, sistem ranking, sekolah favorit diganti dengan sekolah zonasi, Ujian Nasional (UN) dihapus, serta dihapusnya jurusan IPA, IPS, dan Bahasa di SMA.
Tujuan dari penghapusan sistem ini ialah untuk menghilangkan diskriminasi terhadap para siswa, sekaligus memperbaiki kondisi psikologis siswa, khususnya bagi siswa yang tinggal kelas.
Tak butuh waktu lama, penghapusan 5 sistem pada Kurikulum Merdeka belajar ini pun seketika menuai pro dan kontra.
Mereka yang pro, merasa setuju karena bisa menghilangkan diskriminasi antar siswa. Namun bagi mereka yang kontra, penghapusan 5 sistem pada Kurikulum Merdeka ini akan memunculkan rasa malas dan enggan belajar pada siswa.
Pendidikan di Indonesia pun masih berada di tingkat rendah. Indonesia berada di urutan ke-69 dari 81 negara. Bahkan kemampuan literasi, matematika, dan sains pun belum mumpuni, berdasarkan skor PISA 2022.
Yang mengkhawatirkan, apabila tingkat pendidikan Indonesia tidak dibenahi, maka peringkat pendidikan Indonesia bisa lebih rendah dari saat ini. Terlebih, secara natural sifat orang Indonesia dinilai pemalas.
Foto : Sekretariat Kabinet