Permasalahan gizi pada anak di Indonesia masih menjadi tantangan di kesehatan seperti wasting dan stunting.
Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat dan Kebudayaan Kementerian PPN/Bappenas, Subandi Sardjoko mengatakan, permasalahan wasting di Indonesia menduduki posisi prevalensi tertinggi kedua setelah Papua Nugini dengan kategori high prevalence.
“Hal ini tentu memerlukan perhatian dan penanganan yang tepat dari kita semua,” katanya dalam forum pertemuan tingkat tinggi rencana aksi global wasting pada anak di Indonesia, secara daring di Jakarta, Selasa (30/11/21).
Diketahui wasting merupakan kondisi kekurangan gizi akibat tak terpenuhinya asupan nutrisi atau ada penyakit pada anak. Sedangkan stunting adalah gangguan tumbuh kembang yang membuat anak memiliki tinggi badan lebih pendek dibandingkan anak lain seusianya.
Wasting pada anak dapat menyebabkan tingginya angka kesakitan dan kematian. Ciri anak wasting cenderung tidak aktif, selalu tampak pucat dan mengalami badan yang lemas. Mereka pun berisiko lebih tinggi untuk mengalami penyakit kronis pada usia yang sangat muda.
“Wasting dapat dicegah dan ditangani bila balita wasting mendapatkan penanganan yang tepat pada waktu yang tepat sebelum jatuh ke kondisi yang lebih parah,” ujarnya.
Jika tak segera ditangani, maka balita wasting berisiko mengalami stunting hingga tiga kali lipat, lebih tinggi dibandingkan balita yang tidak mengalami wasting.
Maka dari itu, Subandi menuturkan bahwa pemerintah berkomitmen memberikan berbagai intervensi untuk mengatasi wasting dan stunting.
“Pemerintah Indonesia terus memberikan berbagai intervensi, baik intervensi spesifik maupun sensitif untuk mengatasi akar penyebab permasalahan gizi ini,” tuturnya.
Permasalahan balita wasting ini disasar melalui prioritas nasional RPJMN 2020-2024, di antaranya adalah memperkuat ketahanan ekonomi untuk pertumbuhan yang berkualitas serta meningkatkan SDM berkualitas dan berdaya saing. (Dw.foto.dok.Bappenas)