Sepuluh tahun menyelesaikan novel Kebangkitan bukan sesuatu hal yang percuma atau buang – buang waktu bagi Leo (Lev) Nikolayevich Tolstoi. Novel setebal 566 halaman ini akhirnya menjadi satu diantara tiga karya puncak Tolstoi selain Perang dan Damai serta Anna Karenina.
Tolstoi sendiri dikatakan Koesalah Soebagyo Toer (Penerjemah Novel Kebangkitan) selalu membaca karyanya berulang kali dan mengoreksinya sampai ‘sempurna’ hingga tak perlu ada koreksian lagi. Pria yang hidup pada tahun 1828 – 1910 ini adalah pribadi yang perfeksionis dan selalu menimbang – nimbang kata yang akan digunakannya. Dalam satu waktu Tolstoi juga dibantu oleh Sonya (Sofya) Andreyevna Bers, sang istri, untuk menulis ulang koreksian yang telah dicoret Tolstoi. Konon, untuk menyelesaikan novelnya, Anna Karenina, Tolstoi butuh waktu lima tahun menyelesaikannya, dan mengkoreksinya sampai 120 kali. Bisa jadi, karena menginginkan kesempurnaan yang mendalam, Kebangkitan digarapnya begitu lama. Dan hasilnya memang tak mengecewakan! Novel ini begitu mengharu biru dan kaya akan pesan moral, sekaligus ‘menampar’ kita!
Tolstoi, pria yang lahir di Provinsi Tula, sekitar 160 km selatan Moskwa, dalam Kebangkitan begitu pandai mengupas kehidupan manusia kelas ‘bawah’ yang selalu teraniaya. Disini Tolstoi terlihat sebagai penulis yang relijius namun juga kritis. Misalnya, disatu sisi ia mengajak kembali banyak orang untuk kembali ke ‘gereja’, disisi lainnya ia tak segan mengkritisi kebijakan gereja. Dalam Kebangkitan pula, Tolstoi berpendapat tanpa perlu menghakimi.
Kebangkitan bercerita tentang seorang bangsawan muda bernama Dmitrii Nekhlyudov yang bertobat dan coba ‘menebus dosa’ terhadap gadis bernama Yekaterina Maslova atau Katyusha. Nekhlyudov bertemu Katyusha saat ia masih bersekolah militer. Kala itu, setiap libur Nekhlyudov kerap menghabiskan waktu di rumah bibinya yang kebetulan mempunyai anak baptis sekaligus pelayan bernama Katyusha. Katyusha yang cantik dan muda membuat sang bangsawan tergoda dan berujung pada perbuatan terlarang yang menyebabkan gadis cantik itu hamil diluar nikah.
Sayangnya, Nekhlyudov yang mengetahui Katyusha hamil bukannya bertanggung jawab malah melarikan diri. Katyusha ditinggalkan dengan janji cinta yang pernah diungkapkan Nekhlyudov. Sang bangsawan beranggapan, itu adalah peristiwa sesaat yang tidak perlu menjadi tanggung jawabnya. Untuk itu, ia hanya meninggalkan uang beberapa rubel sebagai ganti rugi. Rasa sakit hati semakin bertambah tatkala Katyusha yang sedang hamil diusir dari keluarga bibi Nekhlyudov. Lantas menjadi semakin bertambah saat anak yang dikandungnya meninggal setelah Katyusha sakit.
Penderitaan itu membawa Katyusha berpetualang kesana kemari dan berujung pada profesi pelacur terkenal yang memiliki langganan para pejabat serta pedagang. Pada suatu waktu Katyusha melayani syahwat pedagang asal Siberia. Tak dinyana, pedagang Siberia itu tewas di kamar hotel tempat keduanya menginap. Dari hasil penyelidikkan diketahui penyebab meninggalnya pedagang Siberia itu karena racun. Tak perlu menunggu lama, Katyusha serta dua orang pelayan hotel menjadi tersangka.
Di pengadilan, status Katyusha menjadi terdakwa. Status itu membuatnya kembali berjumpa dengan Nekhlyudov. Kali ini sang bangsawan bukan berlaku sebagai pengunjung sidang ataupun opsir militer. Nekhlyudov adalah juri dalam kasus pembunuhan terhadap pedagang Siberia dengan Katyusha sebagai terdakwanya. Melihat Katyusha duduk di kursi pesakitan, membayangkannya harus bercampur dengan ratusan tahanan lain dalam penjara, membuat rasa iba Nekhlyudov muncul. Rasa iba itu semakin bertambah saat Nekhlyudov teringat akan perbuatannya pada Katyusha. Menurutnya, posisi terdakwa Katyusha adalah karena perbuatan Nekhlyudov. Jika saja saat itu ia mau bertanggung jawab, tentu Katyusha tak begini. Begitu perandaian yang dibuat Nekhlyudov.
Lantas Nekhlyudov berketetapan untuk membantu Katyusha bebas dari jerat hukum. Katyusha menyatakan tidak bersalah dan menolak semua tuntutan hakim. Namun tetap saja vonis dijatuhkan kepada Katyusha untuk kerja paksa di Siberia. Nekhlyudov bersama Fanarin (Pengacaranya) mengajukan banding ke senat. Tapi Senat menolaknya. Harapan satu – satunya tinggal mengajukan permohonan kepada Paduka Yang Mulia / Tzar. Kemudian Nekhlyudov juga bermaksud menikahi Katyusha sebagai permintaan maafnya selama ini.
Yang kemudian ditolak mentah – mentah oleh Katyusha. Jawabnya pada Nekhlyudov : “Kamu sudah menikmati diriku di dunia, sekarang kamu mau menyelamatkan diri dengan alat aku pula di dunia sana!” ketetapan hati ini diambil oleh Katyusha mengingat setelah hidup sebagai pelacur, jurang diantara mereka semakin lebar daripada dulu, saat kendalanya cuma masalah perbedaan sosial. Penolakan Katyusha tak membuat Nekhlyudov patah semangat untuk menebus kesalahannya. Ia bermaksud mengikuti perjalanan Katyusha ke Siberia. Gelar bangsawan, harta serta tanahnya ia tanggalkan demi perjalanan itu.
Memakan waktu berbulan – bulan, dalam perjalanan menuju Siberia, Katyusha bertemu dengan Simonson, sesama tahanan. Cinta tumbuh diantara keduanya. Keduanya bermaksud untuk menikah. Dengan hati yang lapang dan jiwa yang besar, Nekhlyudov menyerahkan sepenuhnya kepada mereka berdua. Dengan begitu bagi Nekhlyudov, tugasnya telah selesai. Ia telah mengantarkan Katyusha menuju kemerdekaan jiwanya. Saat itu Nekhlyudov menemukan jalan untuk mengatasi kebobrokan sosial dengan upaya menanamkan rasa cinta – kasih murni manusia terhadap sesamanya sesuai dengan lima wasiat injil.
Menikmati olahan kata dan rangkaian kalimat Tolstoi benar – benar membuat kita terlena. Apalagi sang penterjemah, Koesalah Soebagyo Toer (Adik kandung Pramoedya Ananta Toer) begitu piawai menerjemahkan bahasa Rusia yang digunakan Tolstoi ke dalam bahasa Indonesia. Koesalah pun bukanlah orang baru penikmat karya – karya Tolstoi. Jika anda sempat membaca biografi Tolstoi atau menontonnya dari berbagai literatur, anda juga pasti terhenyak kemiripan hidupnya dengan novel Kebangkitan ini.
Diketahui, Tolstoi pun berasal dari keluarga ningrat. Ia juga pernah dinas di kemiliteran. Yang lantas status ningratnya itu ia campakkan setelah melihat kondisi sosial setempat serta sesudah belajar sastra, filsafat dan etika. Dari dunia itu, Tolstoi begitu mengidolakan Jean Jacques Rousseau. Karya – karya Rousseau dijadikannya pedoman hidupnya. Membaca Kebangkitan seolah membaca autobiografi Tolstoi. Padahal novel ini sendiri berdasarkan kisah nyata dari orang lain sebagaimana dituturkan A.F. Koni, seorang pengacara kepada Tolstoi.
Foto : Istimewa