Pemkab Malinau Minta Pelaksanaan Relokasi Warga Terdampak Proyek Bendungan Harus Terperinci


GPRIORITY, NUNUKAN -PT Kayan Hidro Power Nusantara sebagai pemegang proyek bendungan menjadwalkan rencana konsultasi publik tahap relokasi masyarakat desa terdampak pembangunan bendungan pada tahun 2021.

Untuk itulah Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malinau, meminta pelaksanaan relokasi warga yang terdampak proyek pembangunan bendungan pelaksanaannya harus betul-betul terperinci. Terutama tahap relokasi masyarakat desa terdampak pembangunan bendungan.

” Sebelum melaksanakan konsultasi publik harus dipastikan titik lokasi dan persyaratannya dipenuhi.terutama tentang Amdal. Nah ini yang harus mereka pastikan. Jadi, ada hal-hal yang mungkin ditarik kebelakang menjadi ke depan. Karena biasanya, ketika tim Amdal turun ke lapangan, yang ditanya masyarakat itu pasti relokasi atau perpindahan mereka,” kata Sekretaris Daerah Malinau Dr. Ernes Silvanus dalam siaran persnya pada Rabu (1/10/2020).

Menurut Ernes, gambaran relokasi itu harus ada sebelum konsultasi publik. Apalagi, masyarakat di lokasi pembangunan membutuhkan kehidupan dengan sarana prasarana yang harus betul-betul disiapkan.

“Terlebih lagi dari beberapa desa terdapat beberapa komunitas di kawasan pembangunan dam. Nah ini yang harus menjadi pertimbangan,” ujar Ernes.

Ernes juga mencontohkan, untuk di beberapa desa itu terdapat komunitas Suku Punan yang biasa menjalani kehidupannya di kiri mudik atau kanan mudik.“Pemkab tidak ingin ada salah menempatkan pada relokasi itu. Terlebih lagi, bentuk aliran sungai ini berbentuk W. Jadi memang harus betul-betul disiapkan,” ucapnya.

Tidak hanya itu, lanjut Ernes, dalam relokasi juga perlu diperhatikan hutan kawasan di areal pembangunan PLTA Mentarang Induk. “Bisa saja di lokasi relokasi itu ada hutan lindung atau kawasan yang memang tidak boleh dikelola. Apakah itu hutan adat dan lainnya,” ungkap Ernes.

Menurut Ernes, harus hati-hati untuk menempatkan masyarakat desa. “Makanya, kita minta harus ada persiapan mulai dari sarana prasarana untuk masyarakat bisa pindah dari lokasi lama ke lokasi yang baru,” tuturnya.

Selain itu, Ernes mengatakan, aset-aset di kawasan tersebut juga harus diperhitungkan nilainya.“Karena di kawasan lokasi itu, ada aset desa, kecamatan, kabupaten, provinsi dan pemerintah pusat. Contoh aset desa dari penggunaan dana desa, Gerdema dan RT Bersih,” imbuhnya.

Selain itu, pembangunan yang sudah ada di desa tersebut harus menjadi catatan aset daerah. Begitu juga aset pemerintah daerah dan provinsi, harus diperhitungkan nilainya.

Dia menegaskan, bahwa untuk pembangunan menuju pemukiman sudah menjadi tanggungjawab investor. “Jadi harus dipisahkan dengan tanggung jawab pemerintah atau negara. Makanya, kita sampaikan kepada mereka, untuk betul-betul membahas secara teknis. Belum lagi akusisi tanah, yang mungkin berbeda seperti di Malaysia yang milik kerajaan. Kalau di Malinau, penguasaan ada orang perorang atau kelompok dan tanah adat,” jelasnya.

Dia juga meminta peninggalan cagar budaya atau kuburan dari masyarakat setempat harus di data.“Itu juga harus didata. Karena kebiasaan dari orang kita dulu ada namanya bekas kampung atau ada peninggalan masyarakat setempat. Jadi memang dipastikan dulu cakupan dan kawasannya,” ungkapnya.

Dia menegaskan, agenda ini tidak bisa dilakukan pertemuan melalui virtual. Namun, harus secara fisik. “Sebab kita harus membahas secara detail. Satu per satu agar bisa. Pembahasannya tidak hanya 1-2 atau per jam saja. Tapi perlu waktu lama,” tutur dia.

Dia memastikan bahwa groundbreaking yang direncanakan pada bulan Oktober tidak mungkin terlaksana. “Kalau kemarin sesuai keinginan Bupati Yansen, groundbreaking akan dilaksanakan bersamaan dengan penyelenggaraan Irau Malinau karena Presiden Jokowi telah mengkonfirmasi akan hadir. Namun tentu tidak bisa dilaksanakan karena situasi pandemi Covid-19 yang masih melanda Indonesia hingga saat ini,” tutupnya.(FBI)