
Penulis : Ponco | Editor : Haris | Foto : Prokopim Bengkalis
Riau, Gpriority.co.id – Setiap daerah memiliki beragam tradisi saat bulan ramadhan berlangsung. Tak terkecuali di Provinsi Riau. Di Bumi Lancang Kuning ini kerap diselenggarakan tradisi lampu colok setiap malam ke 27 Ramadhan. Lampu colok atau pelita menghiasi malam ke 27 ramadhan di kampung-kampung.
Laman Kemendikbudristek secara khusus menyebut lampu colok adalah tradisi masyarakat Kabupaten Bengkalis yang dilaksanakan serentak pada setiap malam 27 Ramadhan atau disebut juga dengan malam pitulikur menjelang Hari Raya Idul Fitri. Melalui Dirjen Kebudayaan Kemendikbudristek pula, lampu colok Bengkalis ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Indonesia pada tahun 2021. Ketua Bengkalis Creative Network Riza Zuhelmy mengungkapkan, lampu colok merupakan salah satu aset budaya atau cagar budaya tak benda yang perlu terus dilestarikan dan didukung karena ini merupakan bentuk dari kreatifitas turun temurun.
“Festival Lampu Colok telah menjadi tradisi turun temurun khususnya di Kabupaten Bengkalis. Festival ini selalu dimeriahkan pada tiap malam ke 27 Ramadhan atau biasa disebut 7 likur. Lampu colok merupakan karya seni dari para tangan-tangan kreatif masyarakat yang membentuk gambar atau kaligrafi dari kaleng-kaleng bekas yang disusun sehingga membentuk sebuah karya yang indah, karena itu ini penting untuk dilestarikan,” ujarnya seperti dikutip dari laman Pemkab Bengkalis.
Ya, pada Senin (17/04) Pemkab Bengkalis menggelar festival lampu colok tahun 1444 H/2023 M yang terpusat di Desa Pangkalan Jambi Kecamatan Bukit Batu. Pembukaan festival tersebut dibuka secara resmi oleh Bupati Kasmarni ditandai dengan penyulutan api perdana lampu colok. Pada kesempatan itu Bupati menyampaikan apresiasi dan rasa bangganya kepada semua pihak yang telah berkontribusi, berkomitmen untuk melestarikan kearifan lokal lampu colok. Menurutnya semangat masyarakat dan pemuda kita untuk kembali mengangkat budaya lampu colok ini kepermukaan tentunya perlu kita apresiasi dan kita dukung bersama.
“Menjadi tugas kita bersama seluruh elemen yang ada di daerah ini, untuk terus melestarikan serta menghidupkan tradisi budaya lokal zaman berzaman ini, agar kearifan lokal yang memiliki kekhasan dan keunikan ini, dapat membuat warga Kabupaten Bengkalis yang saat ini berada di perantauan, rindu untuk pulang berhari raya di kampung halaman, serta dapat menarik kunjungan wisatawan,” tandasnya.
Dirinya pun berharap semoga festival lampu colok ini kelak menjadi kalender wisata religi baru, di tingkat Provinsi Riau bahkan ditingkat nasional.
Selain di Bengkalis, Festival Lampu Colok juga diselenggarakan di Kota Pekanbaru. Penjabat (Pj) Walikota Pekanbaru Muflihun S.STP, M.AP membuka Festival Lampu Colok Kota, di di Halaman Kantor Camat Kulim, Kota Pekanbaru, pada senin (17/4) malam.
Di halaman Kantor Camat Kulim, sebanyak 3.000 lampu colok telah dinyalakan. Berdiri kokoh di atas menara kayu. Sebagian lainnya membentuk ornamen miniatur Masjid. Muflihun pun mengajak masyarakat mengambil nilai gotong royong melalui kegiatan itu untuk membangun Kota Pekanbaru.
Sementara di Kabupaten Kepulauan Meranti festival yang sama juga diselenggarakan di Ruang Terbuka Hijau (RTH) Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) Jalan Dorak Selatpanjang, senin (17/04).
Adalah Sekretaris Daerah (Sekda) Kepulauan Meranti Bambang Supriyanto, SE, MM, yang membuka Festival Lampu Colok dan Lampu Hias Ramadan 1444 H/2023 M (17/4/2023).
Bambang mengatakan festival tersebut merupakan warisan budaya masyarakat melayu termasuk di Meranti. “Dulu lampu colok atau pelita ini merupakan sarana penerangan masyarakat sebelum adanya listrik,” cetusnya seperti dilansir laman Pemkab.
Penerangan itu juga, sebutnya, digunakan masyarakat di rumah maupun masjid dan musala untuk beribadah di malam hari. Khusus di bulan ramadan, lanjutnya, lampu colok digunakan masyarakat untuk penerangan sepanjang jalan menuju rumah ibadah untuk memudahkan masyarakat. Terkhusus pada malam-malam akhir bulan suci ramadan.
“Seiring berjalan waktu tradisi ini terus dipertahankan, zaman berzaman, dari generasi ke generasi,” tandasnya.
Terkait itu, Pemkab Kepulauan Meranti, mengajak masyarakat untuk terus mempertahankan kearifan lokal yang memiliki keunikan tersendiri itu. Disisi lain ia juga mengingatkan agar festival itu tidak mengurangi semangat ibadah umat islam dalam menghidupkan malam-malam ramadan.