Istana IKN, Ariko: Mengutamakan Citra Dibanding Fungsi

Penulis: Dimas A Putra | Editor: Lina F | Foto: Istimewa

Jakarta, GPriority.co.id – Keputusan pemindahan Ibu Kota Negara dari Jakarta ke Kalimantan Timur menjadi hot topik nasional. Keputusan tersebut tentunya dengan mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk infrastruktur hingga rencana bangunan istana yang digadang-gadang menjadi bangunan fundamental dengan unsur metaforanya.

Pemilihan desain Istana oleh Presiden Jokowi yang berbentuk Garuda oleh salah seorang seniman asal Bali, Nyoman Nuarta memberikan pemahaman tentang arti dalam bentuk hewan tersebut.

Nyoman Nuarta menjelaskan bahwa konsep bangunan Kantor Presiden di IKN berbentuk seperti burung Garuda dengan sayap terkembang di sisi kanan dan kiri. “Indonesia memiliki lebih dari 1.000 suku bangsa. Ini tidak mungkin diserap di satu bentuk bangunan. Maka dari itu saya pilih Garuda,” kata Nyoman saat itu seperti dilansir media.

Nyoman juga memastikan di dalam Istana Negara tetap menghindari efek rumah kaca dan radiasi. Menurut dia, standar kenyamanan gedung dengan sirkulasi udara dipastikan akan baik.

“Di dalam sayap (Garuda) itu ada hutannya. Jadi kalau Bapak Presiden ingin rapat di bawah pohon tetapi tidak kehujanan maka di situ tempatnya,” ujar Nyoman.

Nyoman menyebutkan telah melibatkan sebanyak 70 ahli, diantaranya arsitek, ahli jalan, jembatan, green design, interior, hingga lanskap guna memenuhi persyaratan gedung modern. Ia mengungkapkan salah satu tantangan dalam mendesain Istana Negara di IKN adalah kontur yang ekstrem.

“Bahkan lokasi Istana Garuda itu, 88 meter dari permukaan laut, jadi menanjak, maka dari itu kita buat sedikit berputar. Elevasinya kita sesuaikan,” imbuhnya.

Berbeda dengan Nyoman, arsitek kenamaan Ariko Andikabina menyoroti soal beberapa unsur pemilihan desain seperti Burung Garuda ini lebih mengutamakan citra dibanding fungsi.

“Bicara desain dia (desain Istana) datang dengan pendekatan yang metaforik. Metafora itu digunakan sama jaman dulu banget. Sebenarnya kalo kita lihat arsitektur hari ini sudah tidak ada yang menggunakan bentuk metafor, kalau ngomongin fungsi, metafor gak ngomongin fungsi karena yang diomongin citra, seperti bentuk tertentu, contohnya Taman Mini,” ujar Sekjen Arsitek Indonesia saat dihubungi GPriority, Selasa (18/7).

Ariko pun menuturkan bahwa pada akhirnya fungsi dari desain tersebut tidak ada kaitannya dengan bentuk, karena hanya merefleksikan citra.

Selain itu, mengenai bentuk, kata Ariko, terdapat bagian-bagian tertentu dari binatang itu (garuda) karena tidak bisa menghindari bentuk anatomi salah satunya bokongnya burung yang akan jadi apa? Ketiak di bawah sayapnya akan jadi apa?

“Akhirnya kita akan bertanya pantas atau tidak ya pada ruangan yang kita anggap tinggi luhur, kemudian tetapi letaknya sebetulnya dikaitkan dengan anatomi tertentu. Jadi ngomongin fungsi ya itu,” ujar Ariko.

Dalam hal ketinggian, Ariko menyampaikan bahwa ketinggian dalam desain tersebut sama seperti 8 lantai, yang berarti terdapat 8 lapis.

Karenanya, lanjut Ariko, Istana Negara merupakan lokasi bekerjanya VVIP orang nomor 1 di indonesia, “ Kita akan ngomongin sekuriti (keamanan), tidak ada istana yang punya ketinggian berlantai-lanta, jadi istana itu gak lazim bikin tinggi-tinggi dalam pertimbangan sekuriti itu bentuknya juga,” ungkapnya.

Lalu, mengenai pemilihan kaca, Ariko berpendapat bahwa ini menjadi penting karenanya dapat menjadi incaran mata-mata pengintai hingga terlalu transparan.

“Orang di dalamnya sangat penting, bahkan yang dibicarakan itu sangat penting harusnya ga boleh bisa ada mata-mata mengintai, maka pilihan kaca jadi masalah, apalagi 8 lantai itu transparan di kejauhan jadi incaran orang, itu dalam bentuk bahan,” pungkas Ariko.

Ariko juga menyoroti terkait konsep bangunan Istana Ibu Kota Negara (IKN) yang lebih mengedepankan unsur ramah lingkungan dengan presentase 65 persen ruang hijau sisanya bangunan.

Namun, yang disayangkan soal bangunan Istana dengan lebih mengutamakan konsep pemilihan kaca hingga berdampak pada penggunaan Air Conditioner (AC) yang berlebihan.

“Semua kaca, semua AC, semakin besar kacanya, semakin besar AC-nya, entah di mana kemudian rama lingkungannya? Ngomongin IKN kota masa depan ramah lingkungan, nggak dong! Itu lips service aja kalau menurut saya, bangunannya ya kaca lagi, ngabisin energi lagi,” tandasnya.