Konflik Israel dan Palestina Bukan Soal Agama

Penulis : M. Hilal | Editor : Dimas A Putra | Foto : jalandamai.org

Jakarta, GPriority.co.id – Terhitung 75 Tahun Konflik antara Israel dan Palestina terus berlanjut, banyak dari masyarakat Indonesia yang mengira bahwa konflik ini adalah sebuah persoalan agama. Paham tersebut tidak memiliki basis empiris sebab penduduk negara Israel dan Palestina heterogen dalam hal suku bangsa dan agama.

Membingkai konflik di Palestina sebagai konflik agama juga kontraproduktif untuk mewujudkan perdamaian, sebab narasi perang agama akan memicu sikap pro kontra yang bersumber dari emosi keagamaan.

Konflik utama antara Israel dan Palestina adalah adanya upaya penguasaan tanah oleh Israel yang membuat orang-orang Palestina terancam terusir dari tanah yang telah mereka tempati ratusan tahun sebelumnya. Konflik ini juga merupakan implikasi dari berakhirnya Perang Dunia I di mana Kekhalifahan Turki Ottoman runtuh dan dikuasai oleh Inggris.

Kawasan Palestina sendiri pada saat itu dihuni oleh mayoritas orang-orang Arab (bangsa Palestina) dan Yahudi yang saat itu menjadi kaum minoritas. Konflik terjadi antara kedua bangsa itu juga berkaitan dengan gerakan Zionisme yang berupaya mendirikan pemukiman imigran Yahudi yang nantinya memproklamirkan diri menjadi suatu negara yang utuh di Palestina.

Di Palestina terdapat penduduk beragama Yahudi, demikian di Israel yang tidak sedikit terdapat penduduk yang beragama Islam. Tanah Palestina yang sudah tidak utuh sejak Deklarasi Balfour yang makin dipersempit hingga kini menginginkan tanah air mereka secara utuh, begitu juga Israel. Maka dapat dikatakan konflik ini seperti timbul tenggelam, terkadang meletus berperang kemudian damai sementara. Suatu saat konflik dapat terulang kembali.

Konflik yang baru-baru ini terjadi antara Israel dan Palestina dipicu oleh Hamas yang melakukan penyerangan  terhadap Israel yang kemudian memunculkan kembali eskalasi konflik antar dua negara yang sebelumnya pernah berkonflik tersebut.

Konflik ini tidak akan bisa didamaikan minimal 100 tahun ke depan, bisa dikatakan mustahil didamaikan. Karena ini kompleks tidak hanya klaim historis. Perdamaian ini mustahil tanpa peran Amerika Serikat karena AS tidak pernah surut mendukung Israel. Amerika Serikat sangat berkomitmen membantu Israel karena kesamaan satu identitas mereka sebagai negara demokrasi seperti dirangkum dari pernyataan resmi Pemerintah AS.

Dalam menyikapi hal ini, Indonesia tidak bisa berperan sebagai mediator, peacemaker, atau bridge builder. Karena Indonesia jelas-jelas mendukung Palestina sehingga tidak mungkin menjadi mediator yang mana harus netral dan mengakui kedua negara. Yang bisa dilakukan Indonesia adalah mendukung Palestina sampai titik darah penghabisan. Seperti mengecam, mengeluarkan pernyataan sikap, hingga memberi bantuan kemanusiaan untuk rakyat Palestina.