Jakarta, GPriority.co.id – Bos Sritex, salah satu perusahaan tekstil Indonesia, membongkar penyebab mengapa industri teksil Indonesia kian lesu.
Sebelumnya, perusahaan raksasa tekstil Indonesia, PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), resmi dinyatakan pailit oleh PN Semarang, belum lama ini.
Menurut Iwan Setiawan, Komisaris Utama Srtiex, industri tekstil kian lesu dampak dari Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 8 Tahun 2024, tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.
Lebih lanjut, Permendag No. 8 Tahun 2024 berisi tentang perubahan ketiga atas Permendag No. 36 Tahun 2023, tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.
Perubahan Peraturan itu bertujuan untuk mengatasi hambatan impor yang membuat lebih dari 26 ribu kontainer berisi barang impor, tertahan di pelabuhan.
Salah satu substansi terkait yaitu tentang relaksasi pengaturan impor untuk 11 komoditas, yang meliputi pakaian jadi dan aksesoris pakaian jadi, tekstil dan produk tekstil, serta barang tekstil sudah jadi lainnya.
Selain itu, terdapat juga substansi yang mengatur relaksasi pengaturan pengeluaran barang impor khusus untuk komoditas yang tiba di pelabuhan tujuan, dari 10 Maret 2024 – 17 Mei 2024.
Industri Tekstil Dalam Negeri Anjlok
Sayangnya, aturan tersebut justru membuat Indonesia kebanjiran produk tekstil impor dan membuat industri tekstil dalam negeri anjlok.
Terlebih, pasar ekspor global saat ini sedang lesu akibat konflik geopolitik, sehingga adanya produk impor justru membuat produsen tekstil dalam negeri sulit bersaing di pasar domestik.
Menurut sebuah laporan dari KSPN, Sritex bukan satu-satunya perusahaan tekstil yang terkena dampak.
Setidaknya, terdapat 8 perusahaan tekstil lainnya yang sudah tutup per Januari – September 2024.
Sedangkan, dari Januari hingga pertengahan Oktober 2024 ini, tercatat ada 15.500 pekerja di industri tekstil yang ter-PHK.
Jumlah tersebut bisa saja bertambah jika semakin banyak perusahaan tekstil yang tumbang.
Disisi lain, pailitnya Sritex mengancam 20 ribu pekerjanya untuk kehilangan pekerjaan.
Sebagai informasi, sebelumnya Permendag No. 8 Tahun 2024 juga telah mengalami penolakan oleh pelaku usaha di industri dan produk tekstil.
Pasalnya, peraturan tersebut mencabut pertimbangan teknis (pertek) dan akan mempermudah masuknya produk impor ke Indonesia.
Hal ini membuat permintaan kepada industri konveksi menengah menjadi turun.
Foto : Instagram @sritexindonesia