Jakarta, Gpriority.co.id – Volume Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun Anggaran (TA) 2025 diusulkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebesar 18,84 – 19,99 juta Kilo Liter (KL). Demikian terungkap dalam Rapat Kerja (Raker) antara Menteri ESDM Arifin Tasrif dengan Komisi VII DPR RI di Jakarta, Rabu (5/6/2024).
Adapun usulan tersebut terdiri dari minyak tanah sebesar 0,51 – 0,55 juta KL serta minyak solar sebesar 18,33 – 19,44 juta KL. Menurut Arifin, pemerintah terus memberikan subsidi tetap untuk BBM Solar dan subsidi selisih harga untuk minyak tanah, dengan pengendalian volume dan mengontrol kelompok atau sektor yang berhak mendapatkan manfaat.
Pemerintah, sebutnya, mempertimbangkan perkembangan indikator ekonomi makro, terutama ICP dan nilai tukar Rupiah, saat menentukan besaran subsidi tetap Solar. “Dalam RAPBN T.A. 2025, kami mengusulkan Subsidi Tetap untuk Minyak Solar sebesar Rp1.000 – Rp3.000 per liter dan subsidi selisih harga untuk minyak tanah,” ujarnya dalam rilis.
Kebijakan itu harus dilakukan mengingat harga keekonomian minyak solar mencapai Rp12.100/liter sedangkan Harga Jual Eceran sebesar Rp6.800/liter. Minyak solar masih banyak dipergunakan untuk transportasi darat, transportasi laut, kereta api, usaha perikanan, usaha pertanian, usaha mikro, dan pelayanan umum, sehingga diperlukan upaya menjaga harga jual eceran minyak solar.
Sementara itu, anggota Komisi VII DPR RI Nasril Bahar menyampaikan bahwa solar subsidi masih banyak disalahgunakan untuk kegiatan pertambangan. Penyebabnya, jelas Nasril, karena disparitas harga solar yang tinggi antara harga subsidi dan harga non-subsidi di pasaran. “Mereka membeli solar bersubsidi dengan harga murah dan kemudian menjualnya kembali ke industri pertambangan dengan harga yang lebih tinggi,” tandasnya.
Terkait hal tersebut, Menteri ESDM mengajak masyarakat untuk bersama-sama mengawasi penyaluran BBM bersubsidi dan melaporkan jika menemukan indikasi penyalahgunaan.
Foto : ESDM