Tanggapan Bahlil Tentang Pembangunan Smelter di Gresik

Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi dan Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, angkat bicara ketika pembangungan smelter atau pemurnian tambang mineral PT Freeport Indonesia (PTFI) di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Gresik, Jawa Timur menuai kontra dari masyarakat Papua.

Ia mengaku sempat mendapat protes dan juga pertanyaan dari sejumlah masyarakat tentang mengapa smelter tidak dibangun di Tanah Papua.

“Smelter yang sudah dibangun di Gresik, sudah diputuskan sejak 2017–2018. Itu pertimbangannya adalah memang yang pertama, infrastruktur (Papua) yang dianggap waktu itu belum memenuhi termasuk listrik,” kata Bahlil, Rabu (27/10/21)

Bahlil mengungkapkan kapasitas produksi Freeport saat ini berkisar 3 juta ton dengan 1,3 juta ton untuk memenuhi kapasitas smelter eksisting di Gresik. Adapun, 1,7 juta ton lainnya dilimpahkan ke smelter yang baru dibangun.

“Setelah saya melaporkan perkembangan tentang apa yang diharapkan oleh teman-teman di Papua, tentang keinginan agar pembangunan smelter dibangun di Papua. Kami sekarang sudah merumuskan langkah-langkah konprehensif antara PT Freeport dengan Kementerian BUMN, dimana kami akan meningkatkan kapasitas produksi Freepoort,” katanya.

Berdasarkan arahan dan diskusi dari Presiden Joko Widodo, lanjutnya, kapasitas produksi tersebut dapat ditingkatkan menjadi 3,8 juta ton hingga 4 juta ton, sehingga akan ditampung di smelter yang dibangun di Papua.

“Ini juga sudah kami konsultasikan dengan Kementerian ESDM. Ke depan akan kami rencakan membangun smelter di Papua, dan ini sudah menjadi bagian dari apa yang telah kami programkan,” ujar Bahlil.

Sebelumnya, peneliti Alpha Research Database Ferdy Hasiman menilai pembangunan smelter PTFI di Gresik, Jawa Timur, akan memberikan keuntungan bagi sejumlah korporasi. Pembangunan smelter tersebut bakal memberikan efek positif bagi warga sekitar dengan potensi serapan tenaga kerja sebanyak 40.000 orang. (Dw.foto.dok.Pribadi Bahlil Lahadalia)