Penulis: Aflaha Rizal Bahtiar | Editor: Lina F | Foto: Kemlu.go.id
Jakarta, GPriority.co.id— Permasalahan global dalam keberagaman agama masih adanya tindak diskriminasi dan intolerasi yang berdasarkan pada agama dan kepercayaan.
Selain itu, perdebatan mengenai “kebebasan berpendapat” terhadap agama tertentu juga seringkali meningkatkan aksi intoleransi berbasis agama dan kepercayaan yang berimplikasi pada pecahnya perdamaian dunia.
Dalam mengikis intoleransi, Kementerian Agama (Kemenag) dan Kementerian Luar Negeri (Kemlu) selenggarakan Jakarta Plurlateral Dialog 2023 secara internasional.
Disampakan oleh Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Siti Ruhaini Dzuhayatin, ia mengatakan bahwa implementasi Resolusi 16/18 UNHCR bisa mengatasi praktek intoleransi berbasis agama dan kepercayaan di negara manapun.
Hal itu juga tertuang dalam acara forum dialog internasional Jakarta Plurilateral Dialogue 2023 yang mengangkat pengarusutamaan Resolusi 16/18 sebagai rumusan komitmen untuk memajukan dan mendorong penghormatan serta pemenuhan tanpa diskriminasi agama dan kepercayaan.
“Pengangkatan tema dalam mengarusutamaan budaya toleransi yang berbasis pada Resolusi 16/18 karena kita ingin Indonesia tercatat dalam database implementasi melalui acara ini. Sekaligus mendukung arahan bapak Presiden mengembalikan Indonesia ke peta dunia dan menguatkan modalitas Indonesia untuk maju jadi anggota dewan HAM 2024,” ungkapnya lewat keterangan kemlu.go.id (27/8).
Dalam kesempatan yang sama, Direktorat Hak Asasi Manusia dan Kemanusiaan Kementerian Luar Negeri Achsanul Habib menyebutkan, JPD 2023 sebagai fokum praktik baik Indonesia dalam mengimplementasikan budaya toleransi dalam lingkup global.
“JPD menjadi pengingaat bagi masyarakat internasional bahwa negara juga harus berperan memfasilitasi pemenuhan kebebasan beragama dan mencegah diskriminasi atau kebencian berdasarkan agama, yang mana hal tersebut dilarang oleh hukum nasional sesua sepert kewajiban kita dalam Konvensi Hak Sipil dan Politik,” ucapnya.