Hari buruh sedunia diperingati setiap tanggal 1 Mei, bahkan di beberapa negara termasuk Indonesia dijadikan sebagai tanggal merah atau hari libur nasional.
Hari buruh atau dikenal sebagai May day ini berawal dari usaha gerakan serikat buruh untuk menuntut perlakukan yang lebih adil dari para pemilik modal kepada para pekerja.
Sejarah hari buruh bermula saat demostrasi besar-besaran pada 1 Mei 1886 di Heymarket, Chicago, Amerika Serikat (AS). Sekitar 400 ribu pekerja di AS, dan 30 ribu pekerja di Chicago turun ke jalan bersama anak-anak serta istri, yang membuat situasi kota pada saat itu lumpuh.
Unjuk rasa tersebut untuk menuntut pengurangan jam kerja buruh yang awalnya 18 jam menjadi 8 jam sehari. Tradisi bekerja 18 jam sehari disebut sudah terjadi sejak awal abad ke-19. Aksi ini berlangsung selama 4 hari sejak tanggal 1 Mei. Pada tanggal 4 Mei 1886, para demonstran melakukan pawai besar-besaran.
Sejarah hari buruh di Asia sendiri pertama kali dirayakan di Surabaya, Jawa Timur oleh serikat buruh Kung Tang Hwee Koan pada 1 Mei 1918. Peringatan hari buruh berikutnya tercatat pada tahun 1921, saat HOS Tjokroaminoto dan muridnya, Sukarno, berpidato di bawah sarekat Islam.
Setelah Indonesia merdeka, peringatan hari buruh tersebut dianjurkan oleh Menteri Sosial Maria Ullfah, di bawah kabinet Syahrir pada Mei 1946. Ia juga meminta agar perusahaan tetap membayar gaji pada para buruh yang memperingati 1 Mei. Sejak saat itu peringatan hari buruh di Indonesia terus berlanjut. Hingga 1 Mei 1950, para buruh mengajukan tuntutan Tunjangan Hari Raya (THR).
Perjuangan buruh pun berbuah manis, pada 1954 pemerintah melahirkan Peraturan tentang Persekot Hari Raya, Surat Edaran Nomor 3676/1954 tentang Hadiah Lebaran dan Permen No 1/1961 yang menetapkan THR sebagai hak buruh. Sejak saat itu THR bisa dinikmati oleh buruh hingga saat ini.
Kendati demikian, pada masa orde baru, peringatan hari buruh dilarang karena diidentikkan dengan aktivitas dan muatan paham komunis. Meskipun begitu, aksi sporadis sering muncul dan berakhir dengan penangkapan para demonstran.
Setelah orde baru berakhir, gerakan serikat buruh mulai bermunculan. Lahirnya gerakan serikat buruh didukung dengan ratifikasi konvensi Organisasi Buruh Internasional (ILO) nomor 81 tentang kebebasan berserikat bagi buruh pada era kepemimpinan Presiden BJ Habibie.
Ratifikasi tersebut kemudian diikuti dengan lahirnya UU Nomor 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja atau Serikat Buruh. Pada 1 Mei 2000, ribuan buruh turun ke jalan melakukan aksi. Bahkan, aksi tersebut dilakukan hingga tujuh hari lamanya.
Sejak saat itu, para buruh rutin turun ke jalan untuk menyuarakan aspirasi mereka setiap 1 Mei. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pun menetapkan 1 Mei sebagai hari libur nasional.(#)