Cegah Penipuan di Ranah Daring, Anggota Komisi I M.Farhan Bagikan Kiatnya

Jakarta,GPriority.co.id-Bak pisau bermata dunia, itulah gambaran digitalisasi di Indonesia. Di satu sisi digitalisasi mampu membuat SDM menjadi maju di sisi lain Kejahatan siber, seperti penipuan acap kali ditemukan di ranah digital makin meningkat mBanyak sekali pengguna internet, baik di Indonesia ataupun di luar negeri yang telah menjadi korbannya.

Anggota Komisi I DPR RI, H. Muhammad Farhan, S.E menyebut bahwa kejahatan siber atau cyber crime ini merupakan sisi negatif dari ruang digital yang kerap ditemui dan akan mengancam setiap pengguna sebagai korban.

“Kejahatan siber adalah kejahatan di dunia maya dengan memanfaatkan jaringan komputer dan jaringan internet demi mendapatkan keuntungan dengan merugikan pihak lain,” terang Farhan dalam acara Webinar Ngobrol Bareng Legislator bertajuk “Keamanan Berinternet: Mencegah Penipuan di Ranah Daring” yang berlangsung pada Rabu (18/7/2022).

Menurut catatannya, kini sudah segudang kasus kejahatan siber yang terjadi. Terutama, kasus penipuan online.

“Kejahatan tersebut dapat ditemui di berbagai platform, di antaranya WhatsApp sebanyak 8.357 kasus, Instagram dengan 2.621 kasus, dan Telepon atau SMS sebanyak 2.324 kasus,” paparnya.

Untuk di Tanah Air, Provinsi Jawa Barat menjadi wilayah dengan laporan kasus penipuan online terbanyak.

“Yakni 3.090 kasus. Selain Jawa Barat, kejahatan siber juga banyak terjadi di DKI Jakarta dengan jumlah 2.556 kasus dan Jawa timur sebanyak 1.577 kasus,” imbuhnya.

Atas hal itu, maka seyogyanya pengguna harus lebih waspada dan berhati-hati. Jangan mudah percaya dengan orang lain, apalagi yang tidak dikenal.

“Tidak membagikan data pribadi di internet, apalagi di media sosial, jangan transaksi keuangan dengan jaringan WiFi publik, jangan mudah asal klik tautan/situs asing, membuat password yang sulit ditebak dan jangan menggunakan password yang sama pada semua aplikasi dan menggantinya secara berkala, jangan sembarangan memberikan OTP, selalu perbaharui perangkat dengan sistem operasi yang baru, mulai sadar jangan mengunggah data pribadi seperti KTP, paspor, KK, NPWP, sertifikat vaksin, atau data-data pribadi lainnya yang bersifat sensitif” tuturnya.

Jika terlanjur telah menjadi korban penipuan, Farhan meminta agar korban segera melaporkan hal tersebut ke pihak berwenang atau Kepolisian.

“Melalui situs website lapor.go.id yang disediakan pemerintah. Sebagai pengguna internet yang hati-hati dan bijak, kita harus memahami bagaimana untuk menjaga informasi dan selalu bersikap antisipatif agar tidak menjadi korban kejahatan siber,” kata Farhan.

Senada dengannya, ketua Indonesia AI Society (IAIS) sekaligus Co-founder Indonesia Honeynet Project (IHP), Dr. Ir Lukas, MAI, CISA menambahkan, dalam menggunakan ranah digital, data pribadi menjadi hal yang paling rentan dan harus dijaga.

“Data pribadi sensitif memerlukan perlindungan khusus. Data ini terdiri dari data yang berkaitan dengan agama/keyakinan, kesehatan, kondisi fisik dan kondisi mental, kehidupan seksual, data keuangan pribadi, dan data pribadi lainnya yang mungkin dapat membahayakan dan merugikan privasi sebjek data,” ujar Lukas.

Ia mengatakan, banyak sekali modus penipuan dan kejahatan yang kerap dijalani oleh para pelaku.

“Modus penipuan berkedok foto selfie dengan identitas diri, selfi (swa foto) sering dianggap hal biasa yang dilakukan banyak orang. Memanfaatkan teknologi ini, swa foto dengan KTP kerap dijadikan sebagai salah satu cara paling cepat dan modern dalam melakukan registrasi layanan online,”terangnya.

Maka, kata Lukas, kehati-hatian dan kewaspadaan sangat diperlukan bagi para pengguna. Mereka harus sadar bahwa banyak ancaman yang mengintai di balik layar internet.

Selain meningkatkan kewaspadaan, literasi digital juga dapat menjadi pegangan setiap pengguna agar dapat terhindar dari berbagai kejahatan siber.

Dirjen Aptika Kemkominfo, Samuel A Pangerapan, B.Sc menambahkan, dalam hal ini Kementerian Kominfo hadir sebagai garda terdepan untuk menanamkan literasi digital kepada masyarakat.

“Berbagai pelatihan literasi digital yang kami berikan berbasis empat pilar utma, yaitu, kecakapan digital, budaya digital, etika digital dan pemahaman digital,” tutur Samuel.

Peningkatan literasi digital ini, kata Samuel, adalah pekerjaan besar. Maka dari itu, diperlukan kolaborasi yang baik agar tidak ada masyarakat yang tertinggal dalam proses percepatan transportasi digital.

“Saya berharap kegiatan ini dapat terciptanya masyarakat cakap digital yang lebih berkualitas dan siap menjalani dan membantu mewujudkan Indonesia digitalnation,” tutupnya.(Hs.Foto.dok.pribadi)