Ciptakan Transformasi Kultural Melalui Disiplin ASN

Bandung,Gpriority-Salah satu kunci suksesnya pelayanan di Indonesia adalah  disiplin ASN. Untuk itulah  Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Tjahjo Kumolo dalam sambutannya saat menjadi narasumber pada pada Rapat Koordinasi Nasional Pelindungan Pekerja Migran Indonesia yang diselenggarakan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Kamis (07/10) meminta agar tingkat kedisiplinan ASN semakin ditingkatkan.

“ Dengan peningkatan disiplin ASN, maka transformasi kultural di lingkungan pemerintah bisa tercipta,” jelas Tjahjo.

Tjahjo dalam paparannya juga menegaskan bahwa untuk menghadapi tantangan dalam Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) diperlukan pula penataan kelembagaan.

“Beragam tantangan dalam implementasi pelindungan pekerja migran Indonesia dapat diselesaikan dengan strategi penataan kelembagaan, integrasi proses bisnis antar kementerian/lembaga dan instansi daerah, penerapan sistem pemerintahan berbasis elektronik (SPBE) terintegrasi, dan optimalisasi layanan terpadu satu atap,” jelasnya.

Penataan kelembagaan pada masing-masing kementerian/lembaga dan instansi daerah perlu dilakukan, utamanya review terhadap tugas dan fungsi dengan mendasarkan pada pembagian peran di dalam Undang-Undang dan peraturan pelaksanaannya. Menurut Tjahjo, hal ini akan mencegah timbulnya tumpang tindih tugas dan fungsi antar lembaga yang bersama menaungi pekerja migran Indonesia.

Optimalisasi pelindungan PMI perlu dilaksanakan secara kolaboratif antar instansi pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. “Pada level pemerintah pusat, Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Luar Negeri, dan BP2MI mempunyai peran strategis dalam penanganan pelindungan pekerja migran,” imbuh Tjahjo.

Pada level pemerintah daerah, masing-masing pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, dan pemerintah desa perlu menyusun strategi dalam implementasi peran pelindungan PMI, salah satunya dengan melaksanakan amanat Layanan Terpadu Satu Atap Pelindungan Pekerja Migran Indonesia. Mantan Menteri Dalam Negeri ini meminta implementasi amanat tersebut segera dilakukan dengan cepat untuk menjamin penyelenggaraan layanan penempatan yang mudah, murah, dan aman secara terintegrasi.

Pedoman dalam mendesain organisasi pekerja migran Indonesia yang responsif dan adaptif telah dijabarkan dalam Undang-Undang No. 18/2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran. Semangat yang mendasari terbitnya Undang-Undang ini adalah untuk menjamin setiap warga negara Indonesia mempunyai hak dan kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak sebagaimana amanat UUD 1945 dan Nawacita Presiden RI Joko Widodo.

“Pelindungan PMI juga merupakan bagian penting dalam Nawacita Presiden. Hal tersebut mengacu pada misi Presiden ‘Pelindungan bagi Segenap Bangsa dan Memberikan Rasa Aman pada Seluruh Warga’. Dengan demikian, optimalisasi kelembagaan pelindungan Pekerja Migran Indonesia apabila dilaksanakan secara maksimal, akan memberi dampak besar terhadap pencapaian visi dan misi Presiden dan Wakil Presiden,” jelasnya.

Tjahjo juga mencatat sejumlah arah kebijakan di dalam UU No. 18/2017 sangat erat kaitannya dengan bidang kelembagaan, antara lain kejelasan pembagian tugas Kementerian Ketenagakerjaan selaku penyusun kebijakan dan BP2MI selaku pelaksana kebijakan, penguatan peran pemerintah daerah pada level provinsi, kabupaten/kota, hingga desa untuk bertanggungjawab dalam beragam upaya pelindungan pekerja migran Indonesia, dan pelindungan pekerja migran Indonesia sebagai bagian dari penjaminan Hak Asasi Manusia (HAM).

Rapat Koordinasi Nasional Pelindungan Pekerja Migran Indonesia mengangkat tema Peran Negara dalam Pencegahan Penempatan Ilegal dan Penegakan Hukum Sebagai Bentuk Pelindungan Pekerja Migran Indonesia. Salah satu tujuannya adalah memperkuat koordinasi antar kementerian/lembaga dan pemerintah daerah dalam pengawasan penempatan PMI agar sejalan dengan prinsip persamaan hak, pengakuan atas martabat dan HAM, kesetaraan dan keadilan gender, anti perdagangan manusia, dan nondiskriminasi; serta menyatukan komitmen instansi penegak hukum untuk melaksanakan penegakan hukum multi-aspek dalam rangka memberikan efek jera kepada sindikat penempatan ilegal PMI. (Hs.Foto.Humas Menpan RB)