Jakarta,Gpriority-Suksesnya program konversi minyak tanah ke LPG menyebabkan konsumsi LPG terus meningkat, sementara penyediaan LPG dari kilang LPG dan kilang minyak di dalam negeri terbatas.
Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas) mencatat konsumsi Liquified Petroleum Gas (LPG) di masyarakat terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Di sisi lain, produksi lokal tidak meningkat sehingga kebutuhan LPG masih banyak dipenuhi dari impor.
Sebelumnya, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati mengatakan volume impor LPG masih akan naik pada 2021, baik bersubsidi maupun nonsubsidi. Jumlah itu naik dibandingkan tahun lalu yang sebesar 6,2 juta metrik ton.
Impor ini masih akan terus berlanjut hingga empat tahun ke depan. Lantaran, Pertamina baru berencana menyetop total impor LPG pada 2027.
Untuk menghadapi lonjakan impor ini, Direktur Eksekutif Aspermigas, Moshe Rizal Husin, dalam sebuah diskusi yang digelar pada Jumat, 22 Oktober 2021 menyebut pemerintah bisa menempuh dua alternatif. Pertama, memperluas penggunaan kompor listrik. Dan menerapkan teknologi terbaru dari Amerika Serikat yaitu Adsorbed Natural Gas (ANG).
Rizal Husin yakin langkah yang dilakukan tersebut bisa membuat penggunaan LPG yang semakin meningkat bisa menurun.
Indonesia Tidak Menarik Minat Investor Berinvestasi Migas
Kebijakan Energi Nasional (KEN) mengamanatkan target bauran energi terbarukan dalam bauran energi primer paling sedikit 23 persen pada tahun 2025 dan meminimalkan penggunaan minyak bumi kurang dari 25 persen pada tahun 2025.
Selain itu, efisiensi energi juga ditargetkan turun 1 persen per tahun dalam upaya mendorong penghematan pemakaian energi di semua sektor.
Beberapa target dalam KEN yang juga menjadi pertimbangan dalam proyeksi permintaan energi antara lain optimalisasi penggunaan gas bumi untuk domestik dan prioritas penggunaan energi fosil untuk bahan baku industri nasional.
Praktisi energi yang sekaligus mantan Dirut Pertamina Ari Soemarno mengatakan, keberlangsungan industri minyak dan gas (migas) nasional di masa depan masih mendapat tantangan investasi dan pendanaan.
Ari menegaskan bahwa pemerintah perlu fokus untuk masalah pendanaan mengingat Indonesia masih dinilai sebagai negara yang tidak menarik bagi investor luar negeri terkait tujuan investasi sektor migas.
“Tantangannya cuma satu, investasi dan pendanaan. Ini yang menjadi tantangan utama kita. Di sektor migas, itu negara kita sudah sejak beberapa tahun dinilai sebagai negara yang termasuk yang paling tidak menarik untuk melakukan investasi migas, dan berbagai institusi-institusi internasional sudah menyatakan itu,” tutup Ari dalam acara yang sama.(Hs.Foto.HF)