Pembahasan tentang riba yang berkaitan dengan utang dan kredit selalu menjadi perhatian semua orang, termasuk Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Dalam kesempatan diskusi virtual yang berlangsung pada Selasa (6/4/2021), Sri Mulyani membahas tentang riba yang berkaitan dengan bunga yang diterapkan, padahal saat ini suku bunga global mendekati 0% atau bahkan negatif di beberapa negara di Eropa. Ia juga menuturkan jika bunga nol persen atau negatif disebut riba, maka informasi tersebut tidak lengkap.
”Dalam Islam mengajarkan bahwa keadilan adalah nomor satu. Sehingga sesuatu yang dinilai tidak adil tersebut harus dikoreksi,” ujarnya.
Dia juga mengatakan bahwa pinjam-meminjam diperbolehkan dalam Al-Qur’an, namun harus diadministrasikan, dicatat dengan baik, dan digunakan secara hari-hati.
Lalu bagaimanan penjelasan riba menurut pandangan islam?
Berdasarkan informasi dari laman kemenag Kabupaten Cilacap, riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam secara batil atau bertentangan dengan prinsip muamalat dalam Islam.
Hal tersebut juga tertuang dalam Al-Qur’an surah An-Nisa: 29, yang artinya “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan jalan batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka diantara kamu.”
Ibnu Al-Arabi Al-Maliki, dalam kitabnya Ahkam Al-Qur’an, menjelaskan bahwa pengertian riba secara bahasa adalah tambahan, namun yang dimaksud riba dalam ayat al-Qur’an itu adalahsetiap penambahan yang diambil tanpa adanya satu transaksi pengganti atau penyeimbang yang dibenarkan syariah.
Dalam transaksi simpan-pinjam dana, secara konvensional si pemberi pinjaman mengambil tambahan dalam bentuk bunga tanpa adanya suatu penyeimbang yang diterima si peminjam. Yang tidak adil di sini adalah si peminjam diwajibkan untuk selalu, tidak boleh tidak, harus, mutlak, dan pasti untung dalam setiap penggunaan kesempatan tersebut.
Islam sendiri mendorong praktek bagi hasil serta mengharamkan riba. Berikut ini perbedaan antara bunga dan bagi hasil:
1. – Bunga : Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untung.
– Bagi hasil : Penentuan besarnya rasio/nisbah bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung rugi.
2. – Bunga : Besarnya persentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan.
– Bagi hasil : Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh.
3. – Bunga : Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi.
– Bagi hasil : Bagi hasil tergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan. Bila usaha merugi, kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak.
4. –Bunga : Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun jumlah keuntungan berlipat atau keadaan ekonomi sedang “booming”.
– Bagi hasil : Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan.
5. – Bunga : Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak dikecam) oleh semua agama termasuk Islam.
– Bagi hasil : Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi hasil.(Dwi)